Oleh :
KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE
CINTAKU TAK
BERTEPI
Melewati
masa
Melewati
abad
Melewati
waktu demi waktu
Melewati
hidup demi hidup
Kita telah
lalui bersama
Meski
melalui tumimbal lahir
Kita lalui baik
suka maupun duka
Susah senang
Sakit sehat
Berpisah
Dan
Bertemu lagi
Dengan badan
yang berbeda
Trus begitu
Senantiasa
dan selalu
Bersama
Dan
Bersama
Abadi
selamanya
Foto sketsa : Raden Kusen
Ada suatu
pepatah bahwa Kesuksesan seorang lelaki karena ada wanita yang hebat yang
selalu berada dibelakangnya.
Seperti pada
Raden Kusen , bahwa Beliau menjadi sosok yang hebat yaitu sebagai Adipati
di Terung dan di Surabaya ,juga sebagai Pecat Tondho (Pejabat Pajak) maupun
juga sebagai Panglima Perang Andalan Kerajaan Majapahit, karena ada dua
sosok wanita uang hebat dibelakang beliau yang selalu mendukung dan mendampingi
Beliau.
Dua wanita
tersebut adalah Dua orang Istri sah Raden Kusen :
1. Dyah Roro Hori atau Dyah Roro Gauri
2. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
Siapa Dua
Wanita ini ?
Marilah kita
simak penjelasan dibawah ini
1. Dyah Roro Hori atau Dyah Roro Gauri
Pada saat
Pangeran Koesen berumur 16 tahun menikahi Dyah Roro Hori yang saat itu baru
berumur 10 tahun. Pernikahan mereka direstui oleh Prabu Brawijaya V (karena
yang sebenarnya Dyah Roro Hori adalah anaknya Rsi Dewasrani atau Rsi Dewasraya,
saat itu Dyah Roro Hori ditinggal meninggal oleh ibunya (setelah melahirkan)
yaitu Ken Warih,disaat itu Dyah Roro Hori juga dekat dengan Sunan Ampel
dan dianggap seperti putrinya sendiri oleh Sunan Ampel tadi,sehingga oleh Rsi
Dewasraya ,anak tersebut yaitu Dyah Roro Hori dititipkan sejak bayi pada Kebo
Ubaya dan Nini Limbang).Rsi Dewasraya adalah salah seorang penasehat Raja ,guru
agama Siwa-Budha dan ahli spiritual.
Pada saat
umur Pangeran Koesen 20 tahun, Beliau mempunyai putra bernama Dyah Uttara (yang
nantinya bernama Ariyo Sengguruh) dan selang 3 tahun kemudian
Beliau mempunyai putri bernama Dyah Roro Utari.
Pada saat
sepuluh tahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan bala tentaranya. Pangeran
Koesen diangkat oleh Prabu Brawijaya V menjadi Dwa Raja (Pangeran Pati atau
Putra Mahkota Majapahit). Disaat itu pula putra Beliau yang laki-laki yang
bernama Dyah Uttara diangkat pula sebagai Rakryan Demung Wira, dan setaun
kemudian Dyah Uttara menikah dengan Ken Larasati. Disusul kemudian dengan
pernikahan putri Beliau yang bernama Dyah Roro Utari dengan pembesar Majapahit
berpangkat Rakryan i Hino yang bernama Banyak Welas setelah itu Dyah Roro Utari
menikah dengan Sunan Kudus.
Pada saat
setahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan bala tentaranya, Pangeran Koesen
dan istri yaitu Dyah Roro Hori pindah ke Terung, dan Beliau diangkat oleh Prabu
Brawijaya V menjadi Adipati Terung (Terung sekarang ada di Krian,Sidoarjo,Jawa
Timur). Dan Beliau menjadi Adipati di Terung hingga pada saat masa pemerintahan
Demak dan sampai ke masa pemerintahan Pajang.
Majapahit
akhirnya diserbu oleh Demak dan bala tentaranya, dan putra Pangeran Koesen yang
bernama Dyah Uttara meninggal dimedan perang. Perkawinan Dyah Uttara dengan Ken
Larasati melahirkan seorang putra (yang kelak menurunkan Kanjeng Toemenggong
Poesponegoro). Dan disaat Dyah Uttara meninggal istrinya yaitu Ken Larasati
ikut Bela pati obong, jadi ikut dikremasi bersama suaminya Dyah Uttara.
Kembali
kepada kisah Pangeran Koesen yang berada di Terung dan menjabat sebagai Adipati
Terung,memerintah bersama dengan istri yang dicintainya yaitu Dyah Roro Hori.
Mereka
berdua hidup bahagia berdua, hingga pada suatu saat istri Beliau sakit keras
sampai akhirnya meninggal, disaat-saat terakhir Dyah Roro Hori berpesan pada
suaminya bahwa :" Kakang jangan sedih atas kepergianku ke alam keabadian,
karena aku akan selalu mendampingimu di saat Kakang tumimbal lahir kembali kedunia
500 tahun lagi,nantinya aku apakah masih berjodoh menjadi istrimu atau
tidak,aku tetap mendampingimu hingga akhir hayat Kakang, karena yang menetapkan
aku bisa berjodoh lagi menjadi istri Kakang atau tidak itu hanya Sang Hyang
Widdhi yang menetapkannya bukan kita manusia ini Kakang."
Setelah itu
jenasah Dyah Roro Hori dikremasi oleh Pangeran Koesen Sang Adipati Terung, dan
abunya atas permintaan Dyah Roro Hori ditebarkan di istana Kadipaten Terung.
Setahun
setelah meninggalnya istrinda tercinta, putri Beliau yang bernama Dyah Roro
Utari (nama jabatannya : Putri Pecat Tondho Terung ,lain yang dikenal
masyarakat sekarang adalah Putri Oncat Tondo Wurung) pulang ke istana Kadipaten
Terung,setelah ditinggal gugur dimedan perang oleh suaminya yang bernama Banyak
Welas. Putri Pangeran Koesen yang bernama Dyah Roro Utari itupun tidak
berputra.
Dyah Roro
Utari (nama jabatannya : Putri Pecat Tondho Terung ,nama lainnya yang dikenal
masyarakat sekarang adalah Putri Oncat Tondo Wurung) pergi menemui ayahnda nya
yaitu Adipati Terung dengan ditemani 3 orang pembantunya yang bernama : Ki
Jalak Ore, Nini Surti dan anak perempuannya yang bernama Ken Wati.
Singkat
cerita Pangeran Koesen Sang Adipati Terung pada suatu saat sakit dan Beliau
meninggal. Dan Beliau berpesan pada putrinya yaitu Dyah Roro Utari, untuk
supaya Beliau dimakamkan dengan nisan dari batu bata dari Majapahit, dan
setelah sehari dikubur Beliau akan hidup lagi dan akan pergi meninggalkan
Terung.
Setelah
Pangeran Koesen hidup lagi dan keluar dari nisan batu bata dari Majapahit,
Beliau pergi ke suatu daerah di Soekowati (sekarang Sragen) disuatu tempat yang
disitu bermukim juga Beliau Raja Pengging Handayaningrat,bertapa di sana dan
membuat padepokan disana,disinilah awal Raden Kusen menserahterimakan semua harta
kekayaan Kerajaan Majapahit (dan aset Kolateral) pada Ki Pengging tadi dan Mas
Karebet (nantinya Penerus tahta Majapahit,dengan gelar Prabhu Hadiwijaya Raja
Pajang) untuk mendirikan Kekaisaran Pajang yang dimana Kekaisaran Pajang adalah
kesinambungan Kerajaan Majapahit yang dimana Kerajaan Pengging dan Kerajaan
Demak,namun demikian Ki Pengging dan Mas Karebet tidak mau diserahi begitu saja
tetapi meminta pada Beliau Raden Kusen untuk juga membantu ikut
mengelolanya,dan Raden Kusen menyetujuinya,dengan perjanjian bersama bahwa
Raden Kusen juga meminta surat Pikukuh untuk mengemban misi tersebut,hingga
pada Prabhu Amangkurat I yang adalah keturunan Raden Kusen juga,hingga
Beliau/Raden Kusen meninggal dan dikremasi oleh para cantrikny Ki Pengging
tadi. Dan abunya atas permintaan Beliau, ditaburkan di Terung di dalam istana
Kadipaten Terung, bersama dan bersatu dengan istri yang dicintainya yaitu Dyah
Roro Hori.
Perlu
diketahui dari alur Ariyo Sengguruh ,beginilah Silsilahnya :
PRABHU
BATHARA BRHAWIJAYA DI MAJAPAHIT,berputra:
I.Ariyo
Damar,Adipati Palembang,berputra:
Raden Kusen
,berputra :
- Raden Sengguruh, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo, berputra
- Ki Goip, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo. berputra:
- Ki Tempel, yang bertempat tinggal didesa Setro, wilayah Gresik, berputra :
- Ki Ketib, bertempat tinggal di desa Temasik - Kebomas, wilayah Gresik, berputra:
- Ki Muruk, bertempat tinggal juga di desa Temasik, berputra:
- Ki Kemis, bertempat tinggal di desa Setro, wilayah Gresik, menikah dengan Ni Mas Ayu, melahirkan dua putra, adalah
- 1. Bagus Lanang Puspodiwangsa yang nantinya bernama Kanjeng Toemenggong Poesponegoro, menikah denga Lara Teleng binti Ki Tumenngung Naladika
- 2. Ni Ayu, menikah dengan Bagus Prendjak (Sutadirana), bin Bagus Lasem - Trah Pragola-Pati.
2. Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning)
Disaat
beliau menyusuri salah satu sungai kecil di pare Kediri, beliau bertabrakan
dengan seorang gadis desa. Mungkin karena sedang kejar-kejaran dengan ketiga
teman gadisnya,sehingga tidak melihat jalan dan menabrak Raden Kusen.
Selanjutnya gadis tadi jatuh dibawah beliau dan gadis tersebut terpesona dengan
ketampanan Raden Kusen, sehingga tidak segera berdiri maka sesegera beliau
mengulurkan tangannya ke gadis itu dan diangkatlah gadis itu hingga berdiri
berhadapan dengan beliau.
Singkat
cerita mereka berkenalan dan gadis tadi mengenalkan namanya adalah Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) anak seniman desa pare. Bapaknya Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah pengendang hebat di desa pare dan Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah sinden dan ronggeng terkenal dan
bunga desa juga.
Kembali pada
kisah perkenalan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dengan Raden Kusen
tadi, bahwa setelah mereka berkenalan mereka berjalan berdua menyusuri sungai
kecil dan pematang sawah.
Dan Raden
Kusen saat itu tidak mengaku sebagai Raden Kusen,namun memperkenalkan sebagai
Joko Sono atau panggilannya nono.
Dan Joko
sono mengaku sebagai orang yang tersesat tidak tahu harus kemana, karena
ditinggal orang tuanya pergi berdagang ke tanah tiongkok. Setelah mendengar
cerita dan engakuan dari Joko Sono tadi ,Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
merasa iba dan kasihan, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengajaknya
kerumahnya.
Akhirnya
mereka berdua sampai dirumah orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) ditepian sebuah sungai di desa Pare Kediri. Joko sono diterima dengan
baik oleh kedua orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan akhirnya
mereka pun berkenalan, bapaknya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bernama
Ki Weling dan ibunya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah bernama Ken
Rarasati. Hari-hari pun berlalu dan sudah sebulan Joko sono dirumah gadis itu.
Seperti pepatah jawa Tresno ono jalaran soko kulino. Dan selanjutnya mereka
berpacaran, gadis itu senang sekali dan sayang serta teramat cinta pada Joko
Sono. Hingga keduanya yaitu Raden Kusen yang menyamar sebagai Joko Sono
dinikahkan oleh Ki Weling dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
putrinya, dan hasil dari pernikahan itu lahirlah seorang putra bernama Dyah
Utama (yang nantinya bernama Ariyo Balitar), yang sejak kecil ikut Ramandanya
yaitu Raden Kusen.
Hingga pada suatu
sore Joko sono yang sedang berduaan dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) , diserang seorang berpedang yang memakai topeng harimau dan disaat
pertempuran itu Joko sono kalah dan disambar oleh pendekar berpedang tadi,
gadis itu ditinggalkan di lokasi tadi.
Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menangis sedih lalu pulang ke rumah
orang tuanya. Dan setibanya di rumah gadis itu ditanya bapaknya kenapa pulang
sendiri tidak bersama Joko Sono ?,
Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjawab bahwa tadi mereka berdua tadi
dibegal dan Joko Sono dibawa lari oleh Begal tadi. Mendengar cerita anak
gadisnya tadi sedihlah hatinya Ki Weling, tapi apa daya harus mencari kemana
dia tidak tahu.
Disaat Joko
Sono dirumah gadis itu, Joko Sono di lukis oleh Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) . Dan lukisan itu dipasang di kamar Joko Sono.
Kembali ke
cerita Joko Sono yang diculik dan dibawa lari oleh pendekar berpedang tadi,
bahwa Joko Sono yang dibuat pingsan oleh pendekar tadi dibawa lari dan
dikembalikan ke Kerajaan Majapahit. Joko Sono terbangun dari pingsannya dan
terkejut karena Joko Sono atau Raden Kusen sudah berada dikamarnya di Kerajaan
Majapahit, dan didekat beliau adalah ibu kandungnya. Selanjutnya ibu kandung
Raden Kusen yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian)
menanyakan pada Raden Kusen bahwa kemana saja selama ini,dan kenapa tidak pamit
pada Prabu Brawijaya maupun bapaknya Adipati Palembang ?
Dan Raden
Kusen menjawabnya bahwa beliau bertamasya ke desa Pare untuk belajar tari dan
tembang pada Ki Weling.
Ibu
kandungnya Raden Kusen yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng
Kian) sebenarnya tahu kalau Raden Kusen menutupi sesuatu yaitu kisah cintanya
dengan seorang gadis desa yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) .
Dan hubungan itu dilarang oleh ibu kandungnya yaitu Dewi Anarawati (Dewi
Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) maupun Parabu Brawijaya maupun Adipati
Palembang, karena dianggap tidak sederajad. Namun secara diam-diam Raden Kusen
bertemu dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menjalin cinta yang
semakin dalam. Kadang-kadang Raden Kusen yang dikenal sebagai Joko Sono
menemani Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat gadis itu manggung
sebagai sinden dan penari ronggeng. Setelah menemani Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) manggung, Joko Sono atau Raden Kusen pun menghilang dari Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan pulang ke Majapahit. Begitu itu
dilakukan oleh Joko Sono atau Raden Kusen samapai berumur 16 tahun. Karena
disaat beliau berumur 16 tahun, dengantanpa diketahui oleh Joko Sono atau Raden
Kusen, ibu kandungnya menemui Ki Weling dan gadis itu untuk meninggalkan Raden
Kusen, dan berpesan jangan sampai berhubungan cinta dengan Raden Kusen.
Mendengar hal itu Ki Weling kaget bukan kepalang bahwa yang selama ini
bersamanya dan mencintai anak gadisnya adalah seorang Pangeran dari Kerajaan
Majapahit,begitupun gadis yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
terkejut mengetahui hal itu.
Dan pada
suatu pagi Raden Kusen yang menyamar sebagai Joko Sono mendatangi Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menemui Ki Weling dirumahnya Ki Weling.
Karena
terlalu kangennya Raden Kusen pada Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
,beliau bergegas mengetuk pintu rumah Ki Weling. Karena pintunya diketuk
sehingga Ki Weling menyuruh anak gadisnya yang bernama Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) membuka pintu. Selanjutnya begitu kagetnya Ken Asmarawati atau
Ken Asmara (Uning) karena Raden Kusen memeluknya, namun berbeda sikapnya Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) lalu tersungkur menyembah Raden Kusen. Hal
itu membuat terkejut Raden Kusen karena Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
tersungkur menyembahnya bersama dengan kedua orang tuanya dan menyebut beliau
dengan sebutan Pangeran Kusen.
Selanjutnya
Raden Kusen menanyakan pada kekasih hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) bahwa siapa yang memberitahu nama sebenarnya Joko Sono ?
Dan Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjawab bahwa ibu kandungnya yaitu Dewi
Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) mendatangi rumah Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menceritakan bahwa yang menjadi kekasih
hatinya adalah seorang Pangeran dan pembesar Kerajaan Majapahit.Dan ibu kandung
beliau berpesan agar Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) untuk memutus cinta
dengan Raden Kusen.
Mendengar
cerita semacam itu Raden Kusen mengatakan pada kekasih hatinya tadi bahwa tidak
akan mau memutus cinta, dengan memohon dan memeluk kakinya Ken Asmarawati atau
Ken Asmara (Uning) , Raden Kusen menangis supaya hubungan cintanya berlanjut.
Dan selanjutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tetap melakukan hubungan
cintanya dengan cara back street dengan Raden Kusen, dengan tidak direstui ibu
kandung Raden Kusen.
Singkat
cerita suatu hari disaat siang hari ,dan disaat itu Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) sedang manggung menjadi sinden dan ditemani oleh Raden Kusen.
Setelah selesai manggung Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) minta pamit
pada Raden Kusen untuk buang air kecil,sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) pergi sendiri untuk buang air kecil. Selesai Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) buang air kecil, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bergegas
ke bawah panggung untuk menemui Raden Kusen kekasih hatinya. Dalam perjalanan
menuju ke Raden Kusen, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dibekap dari
belakang oleh pendekar perempuan dan pingsan, lantas dibawa lari kesuatu tempat
di kaki sebuah bukit di desa Pare. Dan disana disuatu gubug Ken Asmarawati atau
Ken Asmara (Uning) diguyur air oleh pendekar wanita tadi, sehingga Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bangun dari pingsannya dan begitu
terkejutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa dihadapannya adalah
ibu kandungnya kekasih hatinya yaitu Raden Kusen. Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) dimarahi oleh ibu kandungnya beliau karena masih nekat dan
sembunyi-sembunyi berhubungan asmara dengan Raden Kusen. Ibu kandungnya Raden
Kusen mengancam Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau tidak mau memutuskan
hubungan cinta dengan Raden Kusen maka orang tuanya akan dibunuh dengan
diracun, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) pergi dari desa Pare,
dan kepergiannya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tidak dketahui oleh
orang tuanya maupun juga Raden Kusen, kesuatu desa di Blambangan dan berganti
nama menjadi Nyi Suci alias Nini Onengan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) bersembunyi dari Raden Kusen hingga masa tuanya.
Disaat Dewi
Hori atau Dewi Gauri sakit menemui Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan
dengan kata kasar meminta supaya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
menjauhi suaminya, dan menyumpahi mengutuk Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) bahwa suatu saat saat Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dilahirkan
kembali kedunia Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengalami selalu
mengalami kisah cinta yang menyedihkan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
menangis atas kejadian itu.Dan keduanya saling mengumpat dan berteriak juga
saling menyumpahi bahwa nanti baik Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
maupun Dewi Hori atau Dewi Gauri dilahirkan kembali keduanya sama-sama tidak
bisa memiliki Raden Kusen yang juga dilahirkan kembali kedunia.
Dan Singkat
cerita Raden Kusen bisa bertemu dengan Ken Asmarawati (Uning) setelah meninggalnya
Dewi Hori atau Dewi Gauri. Dan bertemunya juga secara tidak diduga , berpapasan
di desa di Kertosono. Namun Raden Kusen mengatakan pada Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning) bahwa beliau bersumpah pada istrinya untuk tidak menikah lagi.
Namun Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) selama mereka
dipisahkan oleh ibu kandungnya Raden Kusen,itu belum bercerai dan masih terikat
perkawinan sah,sehingga mereka berdua hidup berdua hingga Ken Asmarawati atau
Ken Asmara (Uning) hamil dan melahirkan putra bernama Ariyo Timbul (Raden
Balitar).Namun oleh karena situasi politik yang memanas di Demak,akhirnya Raden
Kusen menyembunyikan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ke Blambangan (hal
ini yang jadi salah paham antara Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken
Asmara (Uning),dikira sama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning),bahwa Raden
Kusen meninggalkannya.Dan putranya yang bernama Ariyo Timbul atau Raden Balitar
dititpkan pada kakaknya yang bernama Dyah Utama atau Aryo Balitar.Dari Ariyo
Timbul inilah nantinya menurunkan Raden Ayu Wuku permaisuri Ingkang Sinuhun
Kangjeng Susuhunan Paku Buwono III.Dari peristiwa kesalahpahaman itu,sejak itu
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat nyinden menembangkan judulnya:
Prasasti Asmoro,urip dewe wani,Sun moh ilang tresno,pengen tetep sayang,ojo
nganti getun,aku rilo,pengen tansah nyandhing,pengen nglalekne,andum tresno,dan
lain-lain.Dan selalu
ditembang itu ada perkataan : " Sun narimo sun kelangan welas riko,masio
mageh ninggal roso nong njero ati (dodo)". Dan setiap selesai menembangkan tadi Ken Asmarawati
atau Ken Asmara (Uning) berteriak nyaring bersumpah bahwa suatu saat Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) akan lahir kembali dan menjadi
sinden/penyanyi dan menembangkan tembang-tembangnya meskipun dengan judul yang
berbeda, selain itu bersumpah bahwa kalau Ken Asmarawati atau Ken Asmara
(Uning) suatu saat dilahirkan kedunia lagi minta disaat dan masanya Raden Kusen
dilahirkan keduania lagi, namun Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
bersumpah tidak ingin menikah dengan Raden Kusen yang terlahir lagi tadi,
karena kecewa dan sakit hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) terhadap
Raden Kusen dan istrinya yaitu Dewi Hori atau Dewi Gauri. Meskipun demikian Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau dilahirkan kembali suatu saat nanti
hanya ingin menyaksikan Raden Kusen meski dari kejauhan. Jadi mereka berdua
yaitu Ken Asmarawati (Uning) dengan Raden Kusen jarang hidup bersama hingga
akhir hayat mereka. Dan diakhir hayatnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
meninggal dan jasadnya diperabukan dan abunya ditebar di alun-alun Kabupaten
Kadhiri, seperti pesannya almarhumah sebelum meninggal, maksudnya Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) suatu saat bila dilahirkan kembali dapat langsung
bertemu dengan Raden Kusen.
Perlu
diketahui bahwa dari Ariyo Timbul nanti menurunkan KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE
(reinkarnasinya Raden Kusen), berikut Silsilah nya:
PRABHU
BATHARA BRAWIJAYA DI MAJAPAHIT, berputra;
I. Ariyo Damar Adipati di Palembang, berputra;
II.Menak Sunaya atau Ariyo Menak atau Ariyo Koesen atau Raden Koesen atau Kin San, berputra;
III.Ariyo Timbul, berputra;
IV. Ariyo Kedhot, berputra;
V. Ariyo Pucuk suami Ni Ageng Buda putrinya Ariyo Patikel dari trah Ariyo Lembu Peteng putra Brawijaya Wekasan di Madura, berputra;
VI.Ki Demang Palakaran di Ngarisbaya Madura, berputra;
VII.Pangeran Agung Palakaran atau Ki Pragalba di Ngarisbaya Madura, berputra;
VIII.Ki Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur di Ngarisbaya, berputra;
IX. Raden Karah atau Panembahan Tengah di Ngarisbaya Madura, berputra;
X. Raden Prasena Adipati di Sampang bergelar Pangeran Cakraningrat lalu bernama Panembahan Cakraningrat yang dimakamkan di Imogiri Jogjakarta, berputra;
XI. Raden Undhagan atau Pangeran Cakraningrat Seda Kamal, berputra;
XII.Raden Tumenggung Suradiningrat lalu bernama Pangeran Cakraningrat Seda Ngekap, berputra;
XIII.Raden Tumenggung Suradiningrat di Sidayu bergelar Pangeran Adipati Cakraningrat Seda Mukti, berputra;
XIV.Raden Ayu Wuku bergelar Kangjeng Ratu Kencana permaisuri SISKS.Pakoe Boewono III, berputra;
XV. SISKS.Pakoe Boewono IV, berputra;
XVI.SISKS.Pakoe Boewono V, berputra;
XVII.SISKS.Pakoe Boewono VI, berputra;
XVIII.SISKS.Pakoe Boewono IX, berputra;
XIX. RM.Koesen-GKPH.Kolonel Poerbodiningrat, berputra;
XX. BRAy.Soetarmi Prodjokoesoemo bergelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Sedhah Mirah II, berputra;
XXI. RM.Soegiyo Zaldy Zorro Darsita,Bc.Hk, berputra;
XXII.RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE,atau KPP.Ariyo Purbodiningrat, berputra 4;
I. Ariyo Damar Adipati di Palembang, berputra;
II.Menak Sunaya atau Ariyo Menak atau Ariyo Koesen atau Raden Koesen atau Kin San, berputra;
III.Ariyo Timbul, berputra;
IV. Ariyo Kedhot, berputra;
V. Ariyo Pucuk suami Ni Ageng Buda putrinya Ariyo Patikel dari trah Ariyo Lembu Peteng putra Brawijaya Wekasan di Madura, berputra;
VI.Ki Demang Palakaran di Ngarisbaya Madura, berputra;
VII.Pangeran Agung Palakaran atau Ki Pragalba di Ngarisbaya Madura, berputra;
VIII.Ki Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur di Ngarisbaya, berputra;
IX. Raden Karah atau Panembahan Tengah di Ngarisbaya Madura, berputra;
X. Raden Prasena Adipati di Sampang bergelar Pangeran Cakraningrat lalu bernama Panembahan Cakraningrat yang dimakamkan di Imogiri Jogjakarta, berputra;
XI. Raden Undhagan atau Pangeran Cakraningrat Seda Kamal, berputra;
XII.Raden Tumenggung Suradiningrat lalu bernama Pangeran Cakraningrat Seda Ngekap, berputra;
XIII.Raden Tumenggung Suradiningrat di Sidayu bergelar Pangeran Adipati Cakraningrat Seda Mukti, berputra;
XIV.Raden Ayu Wuku bergelar Kangjeng Ratu Kencana permaisuri SISKS.Pakoe Boewono III, berputra;
XV. SISKS.Pakoe Boewono IV, berputra;
XVI.SISKS.Pakoe Boewono V, berputra;
XVII.SISKS.Pakoe Boewono VI, berputra;
XVIII.SISKS.Pakoe Boewono IX, berputra;
XIX. RM.Koesen-GKPH.Kolonel Poerbodiningrat, berputra;
XX. BRAy.Soetarmi Prodjokoesoemo bergelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Sedhah Mirah II, berputra;
XXI. RM.Soegiyo Zaldy Zorro Darsita,Bc.Hk, berputra;
XXII.RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE,atau KPP.Ariyo Purbodiningrat, berputra 4;
Foto : RM.KOESEN (Kolonel BKPH.POERBODININGRAT) putra
SISKS.PB.IX ,nomer 3 (tiga) dari kanan.