Minggu, 12 April 2020

DUA WANITA HEBAT YANG SELALU BERADA DIBELAKANG RADEN KUSEN



Oleh : KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE

CINTAKU TAK BERTEPI

Melewati masa
Melewati abad
Melewati waktu demi waktu
Melewati hidup demi hidup
Kita telah lalui bersama
Meski melalui tumimbal lahir
Kita lalui baik suka maupun duka
Susah senang
Sakit sehat
Berpisah
Dan
Bertemu lagi
Dengan badan yang berbeda
Trus begitu
Senantiasa dan selalu
Bersama
Dan
Bersama
Abadi selamanya




Foto sketsa :  Raden Kusen




Ada suatu pepatah bahwa Kesuksesan seorang lelaki  karena ada wanita yang hebat yang selalu berada dibelakangnya.
Seperti pada Raden Kusen , bahwa Beliau menjadi sosok yang hebat yaitu sebagai  Adipati di Terung dan di Surabaya ,juga sebagai Pecat Tondho (Pejabat Pajak) maupun juga sebagai  Panglima Perang Andalan Kerajaan Majapahit, karena ada dua sosok wanita uang hebat dibelakang beliau yang selalu mendukung dan mendampingi Beliau.
Dua wanita tersebut adalah Dua orang Istri  sah Raden Kusen :
1.      Dyah Roro Hori atau Dyah Roro Gauri
2.      Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
Siapa Dua Wanita ini ?
Marilah kita simak penjelasan dibawah ini
1.      Dyah Roro Hori atau Dyah Roro Gauri
Pada saat Pangeran Koesen berumur 16 tahun menikahi Dyah Roro Hori yang saat itu baru berumur 10 tahun. Pernikahan mereka direstui oleh Prabu Brawijaya V (karena yang sebenarnya Dyah Roro Hori adalah anaknya Rsi Dewasrani atau Rsi Dewasraya, saat itu Dyah Roro Hori ditinggal meninggal oleh ibunya (setelah melahirkan) yaitu Ken Warih,disaat itu Dyah Roro Hori  juga dekat dengan Sunan Ampel dan dianggap seperti putrinya sendiri oleh Sunan Ampel tadi,sehingga oleh Rsi Dewasraya ,anak tersebut yaitu Dyah Roro Hori dititipkan sejak bayi pada Kebo Ubaya dan Nini Limbang).Rsi Dewasraya adalah salah seorang penasehat Raja ,guru agama Siwa-Budha dan ahli spiritual.
Pada saat umur Pangeran Koesen 20 tahun, Beliau mempunyai putra bernama Dyah Uttara (yang nantinya bernama  Ariyo Sengguruh)  dan selang 3 tahun kemudian Beliau mempunyai putri bernama Dyah Roro Utari.
Pada saat sepuluh tahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan bala tentaranya. Pangeran Koesen diangkat oleh Prabu Brawijaya V menjadi Dwa Raja (Pangeran Pati atau Putra Mahkota Majapahit). Disaat itu pula putra Beliau yang laki-laki yang bernama Dyah Uttara diangkat pula sebagai Rakryan Demung Wira, dan setaun kemudian Dyah Uttara menikah dengan Ken Larasati. Disusul kemudian dengan pernikahan putri Beliau yang bernama Dyah Roro Utari dengan pembesar Majapahit berpangkat Rakryan i Hino yang bernama Banyak Welas setelah itu Dyah Roro Utari menikah dengan Sunan Kudus.
Pada saat setahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan bala tentaranya, Pangeran Koesen dan istri yaitu Dyah Roro Hori pindah ke Terung, dan Beliau diangkat oleh Prabu Brawijaya V menjadi Adipati Terung (Terung sekarang ada di Krian,Sidoarjo,Jawa Timur). Dan Beliau menjadi Adipati di Terung hingga pada saat masa pemerintahan Demak dan sampai ke masa pemerintahan Pajang.
Majapahit akhirnya diserbu oleh Demak dan bala tentaranya, dan putra Pangeran Koesen yang bernama Dyah Uttara meninggal dimedan perang. Perkawinan Dyah Uttara dengan Ken Larasati melahirkan seorang putra (yang kelak menurunkan Kanjeng Toemenggong Poesponegoro). Dan disaat Dyah Uttara meninggal istrinya yaitu Ken Larasati ikut Bela pati obong, jadi ikut dikremasi bersama suaminya Dyah Uttara.
Kembali kepada kisah Pangeran Koesen yang berada di Terung dan menjabat sebagai Adipati Terung,memerintah bersama dengan istri yang dicintainya yaitu Dyah Roro Hori.
Mereka berdua hidup bahagia berdua, hingga pada suatu saat istri Beliau sakit keras sampai akhirnya meninggal, disaat-saat terakhir Dyah Roro Hori berpesan pada suaminya bahwa :" Kakang jangan sedih atas kepergianku ke alam keabadian, karena aku akan selalu mendampingimu di saat Kakang tumimbal lahir kembali kedunia 500 tahun lagi,nantinya aku apakah masih berjodoh menjadi istrimu atau tidak,aku tetap mendampingimu hingga akhir hayat Kakang, karena yang menetapkan aku bisa berjodoh lagi menjadi istri Kakang atau tidak itu hanya Sang Hyang Widdhi yang menetapkannya bukan kita manusia ini Kakang."
Setelah itu jenasah Dyah Roro Hori dikremasi oleh Pangeran Koesen Sang Adipati Terung, dan abunya atas permintaan Dyah Roro Hori ditebarkan di istana Kadipaten Terung.
Setahun setelah meninggalnya istrinda tercinta, putri Beliau yang bernama Dyah Roro Utari (nama jabatannya : Putri Pecat Tondho Terung ,lain yang dikenal masyarakat sekarang adalah Putri Oncat Tondo Wurung) pulang ke istana Kadipaten Terung,setelah ditinggal gugur dimedan perang oleh suaminya yang bernama Banyak Welas. Putri Pangeran Koesen yang bernama Dyah Roro Utari itupun tidak berputra.
Dyah Roro Utari (nama jabatannya : Putri Pecat Tondho Terung ,nama lainnya yang dikenal masyarakat sekarang adalah Putri Oncat Tondo Wurung) pergi menemui ayahnda nya yaitu Adipati Terung dengan ditemani 3 orang pembantunya yang bernama : Ki Jalak Ore, Nini Surti dan anak perempuannya yang bernama Ken Wati.
Singkat cerita Pangeran Koesen Sang Adipati Terung pada suatu saat sakit dan Beliau meninggal. Dan Beliau berpesan pada putrinya yaitu Dyah Roro Utari, untuk supaya Beliau dimakamkan dengan nisan dari batu bata dari Majapahit, dan setelah sehari dikubur Beliau akan hidup lagi dan akan pergi meninggalkan Terung.
Setelah Pangeran Koesen hidup lagi dan keluar dari nisan batu bata dari Majapahit, Beliau pergi ke suatu daerah di Soekowati (sekarang Sragen) disuatu tempat yang disitu bermukim juga Beliau Raja Pengging Handayaningrat,bertapa di sana dan membuat padepokan disana,disinilah awal Raden Kusen menserahterimakan semua harta kekayaan Kerajaan Majapahit (dan aset Kolateral) pada Ki Pengging tadi dan Mas Karebet (nantinya Penerus tahta Majapahit,dengan gelar Prabhu Hadiwijaya Raja Pajang) untuk mendirikan Kekaisaran Pajang yang dimana Kekaisaran Pajang adalah kesinambungan Kerajaan Majapahit yang dimana Kerajaan Pengging dan Kerajaan Demak,namun demikian Ki Pengging dan Mas Karebet tidak mau diserahi begitu saja tetapi meminta pada Beliau Raden Kusen untuk juga membantu ikut mengelolanya,dan Raden Kusen menyetujuinya,dengan perjanjian bersama bahwa Raden Kusen juga meminta surat Pikukuh untuk mengemban misi tersebut,hingga pada Prabhu Amangkurat I yang adalah keturunan Raden Kusen juga,hingga Beliau/Raden Kusen meninggal dan dikremasi oleh para cantrikny Ki Pengging tadi. Dan abunya atas permintaan Beliau, ditaburkan di Terung di dalam istana Kadipaten Terung, bersama dan bersatu dengan istri yang dicintainya yaitu Dyah Roro Hori.




Perlu diketahui dari alur Ariyo Sengguruh ,beginilah Silsilahnya :
PRABHU  BATHARA BRHAWIJAYA DI MAJAPAHIT,berputra:

I.Ariyo Damar,Adipati Palembang,berputra:

Raden Kusen ,berputra :

  • Raden Sengguruh, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo, berputra
  • Ki Goip, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo. berputra:
  • Ki Tempel, yang bertempat tinggal didesa Setro, wilayah Gresik, berputra :
  • Ki Ketib, bertempat tinggal di desa Temasik - Kebomas, wilayah Gresik, berputra:
  • Ki Muruk, bertempat tinggal juga di desa Temasik, berputra:
  • Ki Kemis, bertempat tinggal di desa Setro, wilayah Gresik, menikah dengan Ni Mas Ayu, melahirkan dua putra, adalah
  • 1. Bagus Lanang Puspodiwangsa yang nantinya bernama Kanjeng Toemenggong Poesponegoro, menikah denga Lara Teleng binti Ki Tumenngung Naladika
  • 2. Ni Ayu, menikah dengan Bagus Prendjak (Sutadirana), bin Bagus Lasem - Trah Pragola-Pati.

2.      Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)

Disaat beliau menyusuri salah satu sungai kecil di pare Kediri, beliau bertabrakan dengan seorang gadis desa. Mungkin karena sedang kejar-kejaran dengan ketiga teman gadisnya,sehingga tidak melihat jalan dan menabrak Raden Kusen. Selanjutnya gadis tadi jatuh dibawah beliau dan gadis tersebut terpesona dengan ketampanan Raden Kusen, sehingga tidak segera berdiri maka sesegera beliau mengulurkan tangannya ke gadis itu dan diangkatlah gadis itu hingga berdiri berhadapan dengan beliau.
Singkat cerita mereka berkenalan dan gadis tadi mengenalkan namanya adalah Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) anak seniman desa pare. Bapaknya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah pengendang hebat di desa pare dan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah sinden dan ronggeng terkenal dan bunga desa juga.
Kembali pada kisah perkenalan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dengan Raden Kusen tadi, bahwa setelah mereka berkenalan mereka berjalan berdua menyusuri sungai kecil dan pematang sawah.
Dan Raden Kusen saat itu tidak mengaku sebagai Raden Kusen,namun memperkenalkan sebagai Joko Sono atau panggilannya nono.
Dan Joko sono mengaku sebagai orang yang tersesat tidak tahu harus kemana, karena ditinggal orang tuanya pergi berdagang ke tanah tiongkok. Setelah mendengar cerita dan engakuan dari Joko Sono tadi ,Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) merasa iba dan kasihan, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengajaknya kerumahnya.
Akhirnya mereka berdua sampai dirumah orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ditepian sebuah sungai di desa Pare Kediri. Joko sono diterima dengan baik oleh kedua orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan akhirnya mereka pun berkenalan, bapaknya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bernama Ki Weling dan ibunya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah bernama Ken Rarasati. Hari-hari pun berlalu dan sudah sebulan Joko sono dirumah gadis itu. Seperti pepatah jawa Tresno ono jalaran soko kulino. Dan selanjutnya mereka berpacaran, gadis itu senang sekali dan sayang serta teramat cinta pada Joko Sono. Hingga keduanya yaitu Raden Kusen yang menyamar sebagai  Joko Sono dinikahkan oleh Ki Weling dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) putrinya, dan hasil dari pernikahan itu lahirlah seorang putra bernama Dyah Utama (yang nantinya bernama Ariyo Balitar), yang sejak kecil ikut Ramandanya yaitu Raden Kusen.
Hingga pada suatu sore Joko sono yang sedang berduaan dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) , diserang seorang berpedang yang memakai topeng harimau dan disaat pertempuran itu Joko sono kalah dan disambar oleh pendekar berpedang tadi, gadis itu ditinggalkan di lokasi tadi.
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)  menangis sedih lalu pulang ke rumah orang tuanya. Dan setibanya di rumah gadis itu ditanya bapaknya kenapa pulang sendiri tidak bersama Joko Sono ?,
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)  menjawab bahwa tadi mereka berdua tadi dibegal dan Joko Sono dibawa lari oleh Begal tadi. Mendengar cerita anak gadisnya tadi sedihlah hatinya Ki Weling, tapi apa daya harus mencari kemana dia tidak tahu.
Disaat Joko Sono dirumah gadis itu, Joko Sono di lukis oleh Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan lukisan itu dipasang di kamar Joko Sono.
Kembali ke cerita Joko Sono yang diculik dan dibawa lari oleh pendekar berpedang tadi, bahwa Joko Sono yang dibuat pingsan oleh pendekar tadi dibawa lari dan dikembalikan ke Kerajaan Majapahit. Joko Sono terbangun dari pingsannya dan terkejut karena Joko Sono atau Raden Kusen sudah berada dikamarnya di Kerajaan Majapahit, dan didekat beliau adalah ibu kandungnya. Selanjutnya ibu kandung Raden Kusen yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) menanyakan pada Raden Kusen bahwa kemana saja selama ini,dan kenapa tidak pamit pada Prabu Brawijaya maupun bapaknya Adipati Palembang ?
Dan Raden Kusen menjawabnya bahwa beliau bertamasya ke desa Pare untuk belajar tari dan tembang pada Ki Weling.
Ibu kandungnya Raden Kusen yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) sebenarnya tahu kalau Raden Kusen menutupi sesuatu yaitu kisah cintanya dengan seorang gadis desa yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan hubungan itu dilarang oleh ibu kandungnya yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) maupun Parabu Brawijaya maupun Adipati Palembang, karena dianggap tidak sederajad. Namun secara diam-diam Raden Kusen bertemu dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menjalin cinta yang semakin dalam. Kadang-kadang Raden Kusen yang dikenal sebagai Joko Sono menemani Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat gadis itu manggung sebagai sinden dan penari ronggeng. Setelah menemani Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) manggung, Joko Sono atau Raden Kusen pun menghilang dari Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan pulang ke Majapahit. Begitu itu dilakukan oleh Joko Sono atau Raden Kusen samapai berumur 16 tahun. Karena disaat beliau berumur 16 tahun, dengantanpa diketahui oleh Joko Sono atau Raden Kusen, ibu kandungnya menemui Ki Weling dan gadis itu untuk meninggalkan Raden Kusen, dan berpesan jangan sampai berhubungan cinta dengan Raden Kusen. Mendengar hal itu Ki Weling kaget bukan kepalang bahwa yang selama ini bersamanya dan mencintai anak gadisnya adalah seorang Pangeran dari Kerajaan Majapahit,begitupun gadis yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) terkejut mengetahui hal itu.
Dan pada suatu pagi Raden Kusen yang menyamar sebagai Joko Sono mendatangi Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menemui Ki Weling dirumahnya Ki Weling.
Karena terlalu kangennya Raden Kusen pada Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ,beliau bergegas mengetuk pintu rumah Ki Weling. Karena pintunya diketuk sehingga Ki Weling menyuruh anak gadisnya yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) membuka pintu. Selanjutnya begitu kagetnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) karena Raden Kusen memeluknya, namun berbeda sikapnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) lalu tersungkur menyembah Raden Kusen. Hal itu membuat terkejut Raden Kusen karena Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tersungkur menyembahnya bersama dengan kedua orang tuanya dan menyebut beliau dengan sebutan Pangeran Kusen.
Selanjutnya Raden Kusen menanyakan pada kekasih hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa siapa yang memberitahu nama sebenarnya Joko Sono ?
Dan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjawab bahwa ibu kandungnya yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) mendatangi rumah Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menceritakan bahwa yang menjadi kekasih hatinya adalah seorang Pangeran dan pembesar Kerajaan Majapahit.Dan ibu kandung beliau berpesan agar Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) untuk memutus cinta dengan Raden Kusen.
Mendengar cerita semacam itu Raden Kusen mengatakan pada kekasih hatinya tadi bahwa tidak akan mau memutus cinta, dengan memohon dan memeluk kakinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) , Raden Kusen menangis supaya hubungan cintanya berlanjut. Dan selanjutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tetap melakukan hubungan cintanya dengan cara back street dengan Raden Kusen, dengan tidak direstui ibu kandung Raden Kusen.
Singkat cerita suatu hari disaat siang hari ,dan disaat itu Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) sedang manggung menjadi sinden dan ditemani oleh Raden Kusen. Setelah selesai manggung Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) minta pamit pada Raden Kusen untuk buang air kecil,sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) pergi sendiri untuk buang air kecil. Selesai Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) buang air kecil, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bergegas ke bawah panggung untuk menemui Raden Kusen kekasih hatinya. Dalam perjalanan menuju ke Raden Kusen, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dibekap dari belakang oleh pendekar perempuan dan pingsan, lantas dibawa lari kesuatu tempat di kaki sebuah bukit di desa Pare. Dan disana disuatu gubug Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) diguyur air oleh pendekar wanita tadi, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bangun dari pingsannya dan begitu terkejutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa dihadapannya adalah ibu kandungnya kekasih hatinya yaitu Raden Kusen. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dimarahi oleh ibu kandungnya beliau karena masih nekat dan sembunyi-sembunyi berhubungan asmara dengan Raden Kusen. Ibu kandungnya Raden Kusen mengancam Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau tidak mau memutuskan hubungan cinta dengan Raden Kusen maka orang tuanya akan dibunuh dengan diracun, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) pergi dari desa Pare, dan kepergiannya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tidak dketahui oleh orang tuanya maupun juga Raden Kusen, kesuatu desa di Blambangan dan berganti nama menjadi Nyi Suci alias Nini Onengan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bersembunyi dari Raden Kusen hingga masa tuanya.
Disaat Dewi Hori atau Dewi Gauri sakit menemui Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan dengan kata kasar meminta supaya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjauhi suaminya, dan menyumpahi mengutuk Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa suatu saat saat Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dilahirkan kembali kedunia Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengalami selalu mengalami kisah cinta yang menyedihkan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menangis atas kejadian itu.Dan keduanya saling mengumpat dan berteriak juga saling menyumpahi bahwa nanti baik Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) maupun Dewi Hori atau Dewi Gauri dilahirkan kembali keduanya sama-sama tidak bisa memiliki Raden Kusen yang juga dilahirkan kembali kedunia.
Dan Singkat cerita Raden Kusen bisa bertemu dengan Ken Asmarawati (Uning) setelah meninggalnya Dewi Hori atau Dewi Gauri. Dan bertemunya juga secara tidak diduga , berpapasan di desa di Kertosono. Namun Raden Kusen mengatakan pada Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa beliau bersumpah pada istrinya untuk tidak menikah lagi. Namun Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) selama mereka dipisahkan oleh ibu kandungnya Raden Kusen,itu belum bercerai dan masih terikat perkawinan sah,sehingga mereka berdua hidup berdua hingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) hamil dan melahirkan putra bernama Ariyo Timbul  (Raden Balitar).Namun oleh karena situasi politik yang memanas di Demak,akhirnya Raden Kusen menyembunyikan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ke Blambangan (hal ini yang jadi salah paham antara Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning),dikira sama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning),bahwa Raden Kusen meninggalkannya.Dan putranya yang bernama Ariyo Timbul atau Raden Balitar dititpkan pada kakaknya yang bernama Dyah Utama atau Aryo Balitar.Dari Ariyo Timbul inilah nantinya menurunkan Raden Ayu Wuku permaisuri Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono III.Dari peristiwa kesalahpahaman itu,sejak itu Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat nyinden menembangkan judulnya: Prasasti Asmoro,urip dewe wani,Sun moh ilang tresno,pengen tetep sayang,ojo nganti getun,aku rilo,pengen tansah nyandhing,pengen nglalekne,andum tresno,dan lain-lain.Dan selalu ditembang itu ada perkataan : " Sun narimo sun kelangan welas riko,masio mageh ninggal roso nong njero ati (dodo)". Dan setiap selesai menembangkan tadi Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) berteriak nyaring bersumpah bahwa suatu saat Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) akan lahir kembali dan menjadi sinden/penyanyi dan menembangkan tembang-tembangnya meskipun dengan judul yang berbeda, selain itu bersumpah bahwa kalau Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) suatu saat dilahirkan kedunia lagi minta disaat dan masanya Raden Kusen dilahirkan keduania lagi, namun Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bersumpah tidak ingin menikah dengan Raden Kusen yang terlahir lagi tadi, karena kecewa dan sakit hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) terhadap Raden Kusen dan istrinya yaitu Dewi Hori atau Dewi Gauri. Meskipun demikian Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau dilahirkan kembali suatu saat nanti hanya ingin menyaksikan Raden Kusen meski dari kejauhan. Jadi mereka berdua yaitu Ken Asmarawati (Uning) dengan Raden Kusen jarang hidup bersama hingga akhir hayat mereka. Dan diakhir hayatnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) meninggal dan jasadnya diperabukan dan abunya ditebar di alun-alun Kabupaten Kadhiri, seperti pesannya almarhumah sebelum meninggal, maksudnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) suatu saat bila dilahirkan kembali dapat langsung bertemu dengan Raden Kusen.
Perlu diketahui bahwa dari Ariyo Timbul nanti menurunkan KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE (reinkarnasinya Raden Kusen), berikut Silsilah nya:
PRABHU BATHARA BRAWIJAYA  DI MAJAPAHIT, berputra;

I. Ariyo Damar Adipati di Palembang, berputra;
II.Menak Sunaya atau Ariyo Menak atau Ariyo Koesen atau Raden Koesen atau Kin San, berputra;
III.Ariyo Timbul, berputra;
IV. Ariyo Kedhot, berputra;
V. Ariyo Pucuk suami Ni Ageng Buda putrinya Ariyo Patikel dari trah Ariyo Lembu Peteng putra Brawijaya Wekasan di Madura, berputra;
VI.Ki Demang Palakaran di Ngarisbaya Madura, berputra;
VII.Pangeran Agung Palakaran atau Ki Pragalba di Ngarisbaya Madura, berputra;
VIII.Ki Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur di Ngarisbaya, berputra;
IX. Raden Karah atau Panembahan Tengah di Ngarisbaya Madura, berputra;
X. Raden Prasena Adipati di Sampang bergelar Pangeran Cakraningrat lalu bernama Panembahan Cakraningrat yang dimakamkan di Imogiri Jogjakarta, berputra;
XI. Raden Undhagan atau Pangeran Cakraningrat Seda Kamal, berputra;
XII.Raden Tumenggung Suradiningrat lalu bernama Pangeran Cakraningrat Seda Ngekap, berputra;
XIII.Raden Tumenggung Suradiningrat di Sidayu bergelar Pangeran Adipati Cakraningrat Seda Mukti, berputra;
XIV.Raden Ayu Wuku bergelar Kangjeng Ratu Kencana permaisuri SISKS.Pakoe Boewono III, berputra;
XV. SISKS.Pakoe Boewono IV, berputra;
XVI.SISKS.Pakoe Boewono V, berputra;
XVII.SISKS.Pakoe Boewono VI, berputra;
XVIII.SISKS.Pakoe Boewono IX, berputra;
XIX. RM.Koesen-GKPH.Kolonel Poerbodiningrat, berputra;
XX. BRAy.Soetarmi Prodjokoesoemo bergelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Sedhah Mirah II, berputra;
XXI. RM.Soegiyo Zaldy Zorro Darsita,Bc.Hk, berputra;
XXII.RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE,atau KPP.Ariyo Purbodiningrat, berputra 4;


Foto : RM.KOESEN (Kolonel BKPH.POERBODININGRAT) putra SISKS.PB.IX ,nomer 3 (tiga) dari kanan.


DUA WANITA HEBAT YANG SELALU BERADA DIBELAKANG RADEN KUSEN

Oleh : KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE CINTAKU TAK BERTEPI Melewati masa Melewati abad Melewati waktu demi waktu Melewati hid...