Kamis, 19 Maret 2020

KISAH ARIYO TERUNG (DYAH UTTARA) dan RADEN PRAMANA

Membahas Kerajaan Sengguruh tentu wajib juga menceritakan kisah Arya Terung dan Raden Pramana. Dua nama ini terkait dengan kejayaan kerajaan tersebut di masa akhir Majapahit. Sengguruh ternyata pernah menduduki Giri Kedaton yang berada di Gresik, sungguh kekuatan pasukannya mengagumkan.
Sejarawan Belanda bernama Dr. H. J. De Graaf dan Dr. Th. Pigeaud, mencermati Serat Kandha dan Babad Sangkala, menyatakan bahwa setelah pusat pemerintahan Majapahit direbut oleh orang-orang Islam dari Kerajaan Demak, anak laki-laki Patih Majapahit, Raden Pramana, melarikan diri dan bertahan untuk beberapa waktu di daerah pegunungan yang terpencil di Jawa Timur bagian selatan. Termasuk Raden Pramana, juga terpaksa menyingkir karena datangnya pasukan Sultan Demak
Dalam buku Babat ing Gresik dan naskah Trah Brawijaya V Tedhak Pusponegaran menceritakan, setelah runtuhnya Majapahit kekuasaan Hindu terakhir berada di kerajaan kecil bernama Sengguruh yang dipimpin Adipati Sengguruh bernama Arya Terung atau Ki Ageng Sengguruh. Ia merupakan putra Raden Kusen, dan adik seibu Raden Patah. Jadi, Adipati Sengguruh masih keponakan Sultan Demak. Meski ayahnya, Raden Kusen diisukan sudah beragama Islam (sebenarnya tidak demikian), Arya Terung masih beragama Hindu hingga dewasa.
Sebagai kekuatan terakhir kerajaan Hindu di pedalaman, Adipati Sengguruh ternyata tak tinggal diam. Konon, ia pernah menyerang ke daerah pesisir utara, yakni Giri (Gresik) pada tahun 1535 M. Babad ing Gresik menyebut pasukan Sengguruh sebagai pasukan Terung. Pasukan Sengguruh yang awalnya menyerbu daerah Lamongan, lalu dihadang pasukan Giri yang dibantu 40 orang laskar Cina Muslim pimpinan Panji Laras dan Panji Liris.
Sunan Dalem sebagai Penguasa Giri dalam mimpinya bertemu sang ayahanda, Prabhu Satmata atau Sunan Giri I. Dalam mimpi tersebut, Sunan Giri I berpesan agar Sunan Dalem tak perlu melawan pasukan pimpinan Adipati Sengguruh dan lebih baik meninggalkan Giri. Sunan Dalem kemudian memerintahkan kepala pasukannya yang bernama Jagapati untuk menghentikan pertempuran, lalu pergi dari Giri, mengungsi ke Gumena.
Pasukan Sengguruh yang sudah masuk ke wilayah Giri tiba di kompleks makam Prabhu Satmata alias Sunan Giri I. Pasukan Sengguruh yang berniat merusak makam tersebut dihalang-halangi sang juru kunci bernama Syekh Grigis, yang akhirnya mati terkena tebasan pedang Adipati Sengguruh. Tiba-tiba, sekawanan lebah keluar dari makam dan menyengati pasukan Sengguruh itu hingga lari terbirit-birit.
Menurut Babat ing Gresik, sejak peristiwa itu Adipati Sengguruh sangat hormat kepada Sunan Giri I, hingga tiap setahun sekali bersama bala tentaranya berziarah ke Giri hanya untuk berbakti kepada Prabhu Satmata.
Sementara, menurut Tedhak Dermayudan, setelah peristiwa kekalahan Adipati Sengguruh, daerah Jaha, Wendit, Kepanjen, Dinoyo dan Palawijen masuk Islam karena para penguasanya takluk kepada putra Sunan Giri yang bernama Pangeran Kedhanyang. Dan daerah Sengguruh telah beralih ke agama Islam karena  seorang Syekh Manganti, paman Sunan Giri.


Ekspedisi Panatagama (7)

Kisah Arya Terung dan Raden Pramana





  • 12-05-2019 / 17:17 WIB
  • Kategori:Malang
Kisah Arya Terung dan Raden Pramana UMPAK ISTIMEWA: Umpak istimewa di persawahan Desa Jenggolo ini diperkirakan sisa kerajaan Sengguruh Hindu, di persawahannya banyak ditemukan batu bata kuno.
Membahas Kerajaan Sengguruh tentu wajib juga menceritakan kisah Arya Terung dan Raden Pramana. Dua nama ini terkait dengan kejayaan kerajaan tersebut di masa akhir Majapahit. Sengguruh ternyata pernah menduduki Giri Kedaton yang berada di Gresik, sungguh kekuatan pasukannya mengagumkan.
Sejarawan Belanda bernama Dr. H. J. De Graaf dan Dr. Th. Pigeaud, mencermati Serat Kandha dan Babad Sangkala, menyatakan bahwa setelah pusat pemerintahan Majapahit direbut oleh orang-orang Islam dari Kerajaan Demak, anak laki-laki Patih Majapahit, Raden Pramana, melarikan diri dan bertahan untuk beberapa waktu di daerah pegunungan yang terpencil di Jawa Timur bagian selatan. Termasuk Raden Pramana, juga terpaksa menyingkir karena datangnya pasukan Sultan Demak
Dalam buku Babat ing Gresik dan naskah Trah Brawijaya V Tedhak Pusponegaran menceritakan, setelah runtuhnya Majapahit kekuasaan Hindu terakhir berada di kerajaan kecil bernama Sengguruh yang dipimpin Adipati Sengguruh bernama Arya Terung atau Ki Ageng Sengguruh. Ia merupakan putra Raden Kusen, dan adik seibu Raden Patah. Jadi, Adipati Sengguruh masih keponakan Sultan Demak. Meski ayahnya, Raden Kusen sudah beragama Islam, Arya Terung masih beragama Hindu hingga dewasa.
Sebagai kekuatan terakhir kerajaan Hindu di pedalaman, Adipati Sengguruh ternyata tak tinggal diam. Konon, ia pernah menyerang ke daerah pesisir utara, yakni Giri (Gresik) pada tahun 1535 M. Babad ing Gresik menyebut pasukan Sengguruh sebagai pasukan Terung. Pasukan Sengguruh yang awalnya menyerbu daerah Lamongan, lalu dihadang pasukan Giri yang dibantu 40 orang laskar Cina Muslim pimpinan Panji Laras dan Panji Liris.
Sunan Dalem sebagai Penguasa Giri dalam mimpinya bertemu sang ayahanda, Prabhu Satmata atau Sunan Giri I. Dalam mimpi tersebut, Sunan Giri I berpesan agar Sunan Dalem tak perlu melawan pasukan pimpinan Adipati Sengguruh dan lebih baik meninggalkan Giri. Sunan Dalem kemudian memerintahkan kepala pasukannya yang bernama Jagapati untuk menghentikan pertempuran, lalu pergi dari Giri, mengungsi ke Gumena.
Pasukan Sengguruh yang sudah masuk ke wilayah Giri tiba di kompleks makam Prabhu Satmata alias Sunan Giri I. Pasukan Sengguruh yang berniat merusak makam tersebut dihalang-halangi sang juru kunci bernama Syekh Grigis, yang akhirnya mati terkena tebasan pedang Adipati Sengguruh. Tiba-tiba, sekawanan lebah keluar dari makam dan menyengati pasukan Sengguruh itu hingga lari terbirit-birit. Adipati Sengguruh sendiri dikisahkan disengati oleh raja lebah selama tiga hari hingga ia meratap bertobat kepada Allah dan masuk Islam.
Menurut Babat ing Gresik, sejak peristiwa itu Adipati Sengguruh sangat hormat kepada Sunan Giri I, hingga tiap setahun sekali bersama bala tentaranya berziarah ke Giri hanya untuk berbakti kepada Prabhu Satmata.
Sementara, menurut Tedhak Dermayudan, setelah peristiwa kekalahan Adipati Sengguruh, daerah Jaha, Wendit, Kepanjen, Dinoyo dan Palawijen masuk Islam karena para penguasanya takluk kepada putra Sunan Giri yang bernama Pangeran Kedhanyang. Dan daerah Sengguruh telah beralih ke agama Islam karena berkat jasa seorang Syekh Manganti, paman Sunan Giri," terang Kepala Desa Sengguruh, Hery Purnomo.
Setelah upaya menaklukkan Giri gagal, Arya Terung malah menjadi pendakwah agama Islam di pedalaman. Sayang, kala itu rakyatnya yang dipimpin oleh lawan lamanya yaitu Raden Pramana, putra patih Majapahit, melakukan pemberontakan.  Raden Pramana dibantu saudaranya yang menjadi adipati di Pasuruan yakni Menak Supethak, bersama sisa-sisa pasukannya yang sempat dikalahkan oleh laskar Demak.
"Kekuatan pemberontak merebut Sengguruh, saat itu bertambah dengan tambahan dukungan Adipati Dengkol, anak Menak Supethak, Adipati Panjer (Nila Suwarna) dan Adipati Srengat ikut bergabung mengobarkan pembrontakan. Pertempuran pun pecah di Sengguruh," jelasnya.
Dalam pertempuran sengit, Adipati Sengguruh terdesak mundur meninggalkan kedaton beserta sisa-sisa prajuritnya yang setia. Hilir Sungai Brantas akhirnya menjadi basis pertahanan terakhirnya. Pasukan Demak yang saat itu kembali melakukan ekspansi ke Jawa Timur berhasil membantu pasukan Sengguruh untuk merebut ibukota Sengguruh pada tahun 1546 M. Raden Pramana yang bertempur mati-matian bersama para sentananya akhirnya kalah dan lari ke timur.
Pasca Raden Pramana pergi, pasukan Demak kemudian menobatkan Arya Terung atau Ki Ageng Sengguruh sebagai Adipati Sengguruh. Ki Ageng Sengguruh berserta istri dan prajuritnya, tewas terbunuh ketika perjalanan pulang dari berziarah ke Giri. Setelah dihadang oleh kekuatan Panjer dan Srengat.
Bahkan Arya Blitar, adik kandung Arya Terung tidak bisa berbuat apa-apa. Ia juga tewas di tangan lawan. Jenazah Ki Ageng Sengguruh, kemudian dimakamkan di tepi sungai Brantas, tepatnya Desa Rejotangan, Kabupaten Tulungagung.

Sumber artikel ini dari : https://www.malangpostonline.com/Malang-Raya/Kota-Malang/2019-05/17160/kisah-arya-terung-dan-raden-pramana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DUA WANITA HEBAT YANG SELALU BERADA DIBELAKANG RADEN KUSEN

Oleh : KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE CINTAKU TAK BERTEPI Melewati masa Melewati abad Melewati waktu demi waktu Melewati hid...