DONGENG SEJARAH SAYA DISAAT SAYA SEBAGAI RAHADIAN KUSEN ATAU RADEN KOESEN ATAU PANGERAN KOESEN ATAU ADIPATI TERUNG DAN SOERABAIA JUGA PANGLIMA PERANG KERAJAAN
MAJAPAHIT 500 TAHUN YANG LALU:
Oleh KPP.Ariyo
Purbodiningrat,SE
Raden Koesen terlahir dari Ratu Dewi Siu Ban
Xi (dari Tiongkok) dengan Prabu Brawijaya V (yang
menurut sejarah yang diputarbalikkan oleh Belanda menjadi diakukan anaknya
Adipati Haryya Damar di Palembang), sejak kecil Raden Koesen dititipkan pada
Adipati Palembang hingga berumur 11 tahun.
Pada saat Raden Koesen berumur 12 tahun, menemui ayahnya
yaitu Prabu Brawijaya V di Majapahit,dengan membawa satu keping uang emas
bergambar burung garuda,liontin giok bergambar naga,dan keris. Setelah semua
tadi diperlihatkan pada Sang Prabu, maka seketika itu juga Beliau berkata Ngger
anakku. Dan pada saat itu juga Raden Koesen diangkat menjadi Pangeran Koesen.
Dan Beliau tinggal di Cepuri Karaton Majapahit,dengan
ditemani dua orang pembantu/abdi yang bernama Kebo Ubaya dan Nini Limbang.
Mereka berdua mempunyai satu orang anak perempuan yang sangat cantik yang
bernama Ken Utari atau nama lainnya Dyah Roro Hori.
Pangeran Koesen pada saat berumur 12 tahun senang bermain
hanya dengan Dyah Roro Hori. Hingga pada umur 15 tahun Pangeran Koesen berteman
dengan Dyah Roro Hori tersebut.
Pada saat Pangeran Koesen berumur 16 tahun menikahi Dyah
Roro Hori yang saat itu baru berumur 10 tahun. Pernikahan mereka direstui oleh
Prabu Brawijaya V (karena yang sebenarnya Dyah Roro Hori adalah anaknya Rsi
Dewasrani atau Rsi Dewasraya, saat itu Dyah Roro Hori ditinggal meninggal oleh
ibunya (setelah melahirkan) yaitu Ken Warih,disaat itu Dyah Roro Hori juga
dekat dengan Sunan Ampel dan dianggap seperti putrinya sendiri oleh Sunan Ampel
tadi,sehingga oleh Rsi Dewasraya ,anak tersebut yaitu Dyah Roro Hori
dititipkan sejak bayi pada Kebo Ubaya dan Nini Limbang).Rsi Dewasraya adalah
salah seorang penasehat Raja ,guru
agama Siwa-Budha dan ahli spiritual.
Pada saat umur Pangeran Koesen 20 tahun, Beliau mempunyai
putra bernama Dyah Uttara (yang
nantinya bernama Ariyo Sengguruh) dan selang 3 tahun kemudian Beliau
mempunyai putri bernama Dyah Roro Utari.
foto sketsa patung : Prabhu Bhra Wijaya V
Pada saat sepuluh tahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan
bala tentaranya. Pangeran Koesen diangkat oleh Prabu Brawijaya V menjadi Dwa
Raja (Pangeran Pati atau Putra Mahkota Majapahit). Disaat itu pula putra Beliau
yang laki-laki yang bernama Dyah Uttara diangkat pula sebagai Rakryan Demung
Wira (nantinya Dyah Uttara juga menjadi gurunya Mahapatih Gajah Mada dalam membangun Pasukan Bhayangkara Majapahit), dan setaun kemudian Dyah Uttara menikah dengan Ken Larasati. Disusul
kemudian dengan pernikahan putri Beliau yang bernama Dyah Roro Utari dengan
pembesar Majapahit berpangkat Rakryan i Hino yang bernama Banyak Welas setelah
itu Dyah Roro Utari menikah dengan Sunan Kudus.
Pada saat setahun sebelum Majapahit diserbu Demak dan bala
tentaranya, Pangeran Koesen dan istri yaitu Dyah Roro Hori pindah ke Terung,
dan Beliau diangkat oleh Prabu Brawijaya V menjadi Adipati Terung (Terung
sekarang ada di Krian,Sidoarjo,Jawa Timur). Dan Beliau menjadi Adipati di
Terung hingga pada saat masa pemerintahan Demak dan sampai ke masa pemerintahan
Pajang.
Majapahit akhirnya diserbu oleh Demak dan bala tentaranya,
dan putra Pangeran Koesen yang bernama Dyah Uttara meninggal dimedan perang.
Perkawinan Dyah Uttara dengan Ken Larasati melahirkan seorang putra (yang nantinya kelak menurunkan Kanjeng Toemenggong Poesponegoro). Dan
disaat Dyah Uttara meninggal istrinya yaitu Ken Larasati ikut Bela pati obong,
jadi ikut dikremasi bersama suaminya Dyah Uttara.
foto sketsa : Dewi Siu Ban Xi alias Dewi Tan Eng Kian, Ibu Kandung Raden Kusen
foto sketsa : Dewi Tan Eng Kian
Kembali kepada kisah Pangeran Koesen yang berada di Terung
dan menjabat sebagai Adipati Terung,memerintah bersama dengan istri yang
dicintainya yaitu Dyah Roro Hori.
Mereka berdua hidup bahagia berdua, hingga pada suatu saat
istri Beliau sakit keras sampai akhirnya meninggal, disaat-saat terakhir Dyah
Roro Hori berpesan pada suaminya bahwa :" Kakang jangan sedih atas
kepergianku ke alam keabadian, karena aku akan selalu mendampingimu di saat
Kakang tumimbal lahir kembali kedunia 500 tahun lagi,nantinya aku apakah masih
berjodoh menjadi istrimu atau tidak,aku tetap mendampingimu hingga akhir hayat
Kakang, karena yang menetapkan aku bisa berjodoh lagi menjadi istri Kakang atau
tidak itu hanya Sang Hyang Widdhi yang menetapkannya bukan kita manusia ini
Kakang."
Setelah itu jenasah Dyah Roro Hori dikremasi oleh Pangeran
Koesen Sang Adipati Terung, dan abunya atas permintaan Dyah Roro Hori
ditebarkan di istana Kadipaten Terung.
Setahun setelah meninggalnya istrinda tercinta, putri Beliau
yang bernama Dyah Roro Utari (nama lain yang dikenal masyarakat sekarang adalah
Putri Oncat Tondo Wurung) pulang ke istana Kadipaten Terung,setelah ditinggal
gugur dimedan perang oleh suaminya yang bernama Banyak Welas. Putri Pangeran
Koesen yang bernama Dyah Roro Utari itupun tidak berputra.
foto sketsa : Raden Kusen
Dyah Roro Utari (nama lain yang dikenal masyarakat sekarang
adalah Putri Oncat Tondo Wurung) pergi menemui ayahnda nya yaitu Adipati Terung
dengan ditemani 3 orang pembantunya yang bernama : Ki Jalak Ore, Nini Surti dan
anak perempuannya yang bernama Ken Wati.
Singkat cerita Pangeran Koesen Sang Adipati Terung pada
suatu saat sakit dan Beliau meninggal. Dan Beliau berpesan pada putrinya yaitu
Dyah Roro Utari, untuk supaya Beliau dimakamkan dengan nisan dari batu bata
dari Majapahit, dan setelah sehari dikubur Beliau akan hidup lagi dan akan
pergi meninggalkan Terung.
Setelah Pangeran Koesen hidup lagi dan keluar dari nisan
batu bata dari Majapahit, Beliau pergi ke suatu daerah di Soekowati (sekarang
Sragen) disuatu tempat yang disitu bermukim juga Beliau Raja Pengging
Handayaningrat,bertapa di sana dan membuat padepokan disana,disinilah
awal Raden Kusen menserahterimakan semua harta kekayaan Kerajaan
Majapahit (dan aset Kolateral) pada Ki Pengging tadi dan Mas Karebet
(nantinya Penerus tahta Majapahit,dengan gelar Prabhu Hadiwijaya Raja
Pajang) untuk mendirikan Kekaisaran Pajang yang dimana Kekaisaran Pajang adalah kesinambungan Kerajaan Majapahit yang dimana Kerajaan Pengging dan Kerajaan Demak,namun demikian Ki Pengging dan Mas Karebet tidak mau diserahi
begitu saja tetapi meminta pada Beliau Raden Kusen untuk juga membantu
ikut mengelolanya,dan Raden Kusen menyetujuinya,dengan perjanjian
bersama bahwa Raden Kusen juga meminta surat Pikukuh untuk mengemban
misi tersebut,hingga pada Prabhu Amangkurat I yang adalah keturunan
Raden Kusen jugahingga Beliau
meninggal dan dikremasi oleh para cantriknya. Dan abunya atas permintaan
Beliau, ditaburkan di Terung di dalam istana Kadipaten Terung, bersama dan
bersatu dengan istri yang dicintainya yaitu Dyah Roro Hori.
Perlu diketahui dari alur Ariyo Sengguruh ,beginilah Silsilahnya :
PRABHU BATHARA BRHAWIJAYA DI MAJAPAHIT,berputra:
I.Ariyo Damar,Adipati Palembang,berputra:
Raden Kusen ,berputra :
- Raden Sengguruh, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo, berputra
- Ki Goib, bertempat tinggal di Terung-Krian, Sidoarjo. berputra:
- Ki Tempel, yang bertempat tinggal didesa Setro, wilayah Gresik, berputra :
- Ki Ketib, bertempat tinggal di desa Temasik - Kebomas, wilayah Gresik, berputra:
- Ki Muruk, bertempat tinggal juga di desa Temasik, berputra:
- Ki Kemis, bertempat tinggal di desa Setro, wilayah Gresik, menikah dengan Nyi Mas Ayu, melahirkan dua putra, adalah
- 1. Bagus Lanang Puspodiwangsa yang nantinya bernama Kanjeng Toemenggong Poesponegoro, menikah denga Lara Teleng binti Kyai Tumenngung Naladika
- 2. Ni Ayu, menikah dengan Bagus Prendjak (Sutadirana), bin Bagus Lasem - Trah Pragola-Pati.
Disamping itu juga ada kisah asmara Raden Kusen lainnya,seperti dibawah ini :
DONGENG KISAH
ASMARA RADEN KUSEN (ADIPATI TERUNG DAN SOERABAIA,PANGLIMA PERANG KERAJAAN
MAJAPAHIT) DAN KEN ASMARAWATI ATAU KEN ASMARA (UNING) :
Alkisah Raden
Kusen disaat masih berusia 12 tahun pergi dan keluar dari Keraton Majapahit
untuk bertamasya dengan menyamar sebagai rakyat jelata. Perjalanan beliau
menuju ke desa pare kediri.
Melewati
sungai-sungai kecil yang ada disana, disaat itu sebenarnya beliau sudah kenal
dan juga sangat dekat dengan Dewi Hori atau Dewi Gauri,tapi Dewi Hori belum mau
menerima cintanya Raden Kusen. Dan saat itu beliau sedang resah hatinya karena
Ramandanya Prabu Brawijaya maupun Adipati Palembang dengan Ibu kandungnya sedang
tidak harmonis, sehingga Raden Kusen tamasya ke desa pare tadi.
Disaat beliau
menyusuri salah satu sungai kecil di pare Kediri, beliau bertabrakan dengan
seorang gadis desa. Mungkin karena sedang kejar-kejaran dengan ketiga teman
gadisnya,sehingga tidak melihat jalan dan menabrak Raden Kusen. Selanjutnya
gadis tadi jatuh dibawah beliau dan gadis tersebut terpesona dengan ketampanan
Raden Kusen, sehingga tidak segera berdiri maka sesegera beliau mengulurkan
tangannya ke gadis itu dan diangkatlah gadis itu hingga berdiri berhadapan
dengan beliau.
Singkat cerita
mereka berkenalan dan gadis tadi mengenalkan namanya adalah Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) anak
seniman desa pare. Bapaknya Ken Asmarawati adalah pengendang hebat di desa pare
dan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah sinden dan ronggeng terkenal dan bunga desa juga.
Kembali pada
kisah perkenalan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dengan Raden Kusen tadi, bahwa setelah mereka
berkenalan mereka berjalan berdua menyusuri sungai kecil dan pematang sawah.
Dan Raden Kusen
saat itu tidak mengaku sebagai Raden Kusen,namun memperkenalkan sebagai Joko
Sono atau panggilannya nono.
Dan Joko sono
mengaku sebagai orang yang tersesat tidak tahu harus kemana, karena ditinggal
orang tuanya pergi berdagang ke tanah tiongkok. Setelah mendengar cerita dan
engakuan dari Joko Sono tadi ,Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) merasa iba dan kasihan,
sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengajaknya kerumahnya.
Akhirnya mereka
berdua sampai dirumah orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ditepian sebuah sungai
di desa Pare Kediri. Joko sono diterima dengan baik oleh kedua orang tuanya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan akhirnya mereka pun berkenalan, bapaknya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bernama Ki Weling dan ibunyaKen Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) adalah bernama Ken
Rarasati. Hari-hari pun berlalu dan sudah sebulan Joko sono dirumah gadis itu.
Seperti pepatah jawa Tresno ono jalaran soko kulino. Dan selanjutnya mereka
berpacaran, gadis itu senang sekali dan sayang serta teramat cinta pada Joko
Sono. Hingga keduanya yaitu Raden Kusen yang menyamar sebagai Joko Sono dinikahkan oleh Ki Weling dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) putrinya, dan hasil dari pernikahan itu lahirlah seorang
putra bernama Dyah Utama (yang nantinya bernama Ariyo Balitar), yang sejak
kecil ikut Ramandanya yaitu Raden Kusen.
Hingga pada suatu
sore Joko sono yang sedang berduaan dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) , diserang
seorang berpedang yang memakai topeng harimau dan disaat pertempuran itu Joko
sono kalah dan disambar oleh pendekar berpedang tadi, gadis itu ditinggalkan di
lokasi tadi.
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menangis sedih lalu pulang ke rumah orang tuanya. Dan setibanya di
rumah gadis itu ditanya bapaknya kenapa pulang sendiri tidak bersama Joko Sono
?,
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjawab bahwa tadi mereka berdua tadi dibegal dan Joko Sono dibawa
lari oleh Begal tadi. Mendengar cerita anak gadisnya tadi sedihlah hatinya Ki
Weling, tapi apa daya harus mencari kemana dia tidak tahu.
Disaat Joko Sono
dirumah gadis itu, Joko Sono di lukis oleh Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan lukisan
itu dipasang di kamar Joko Sono.
Kembali ke cerita
Joko Sono yang diculik dan dibawa lari oleh pendekar berpedang tadi, bahwa Joko
Sono yang dibuat pingsan oleh pendekar tadi dibawa lari dan dikembalikan ke
Kerajaan Majapahit. Joko Sono terbangun dari pingsannya dan terkejut karena
Joko Sono atau Raden Kusen sudah berada dikamarnya di Kerajaan Majapahit, dan
didekat beliau adalah ibu kandungnya. Selanjutnya ibu kandung Raden Kusen yaitu
Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) menanyakan pada Raden
Kusen bahwa kemana saja selama ini,dan kenapa tidak pamit pada Prabu Brawijaya
maupun bapaknya Adipati Palembang ?
Dan Raden Kusen
menjawabnya bahwa beliau bertamasya ke desa Pare untuk belajar tari dan tembang
pada Ki Weling.
Ibu kandungnya
Raden Kusen yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan Eng Kian)
sebenarnya tahu kalau Raden Kusen menutupi sesuatu yaitu kisah cintanya dengan
seorang gadis desa yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) . Dan hubungan itu
dilarang oleh ibu kandungnya yaitu Dewi Anarawati (Dewi Subansih atau Dewi Tan
Eng Kian) maupun Parabu Brawijaya maupun Adipati Palembang, karena dianggap
tidak sederajad. Namun secara diam-diam Raden Kusen bertemu dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menjalin cinta yang semakin dalam. Kadang-kadang Raden Kusen yang
dikenal sebagai Joko Sono menemani Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat gadis itu
manggung sebagai sinden dan penari ronggeng. Setelah menemani Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) manggung, Joko Sono atau Raden Kusen pun menghilang dari Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan pulang ke Majapahit. Begitu itu dilakukan oleh Joko Sono atau Raden
Kusen samapai berumur 16 tahun. Karena disaat beliau berumur 16 tahun,
dengantanpa diketahui oleh Joko Sono atau Raden Kusen, ibu kandungnya menemui
Ki Weling dan gadis itu untuk meninggalkan Raden Kusen, dan berpesan jangan
sampai berhubungan cinta dengan Raden Kusen. Mendengar hal itu Ki Weling kaget
bukan kepalang bahwa yang selama ini bersamanya dan mencintai anak gadisnya
adalah seorang Pangeran dari Kerajaan Majapahit,begitupun gadis yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) terkejut mengetahui hal itu.
Dan pada suatu
pagi Raden Kusen yang menyamar sebagai Joko Sono mendatangi Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan menemui Ki Weling dirumahnya Ki Weling.
Karena terlalu
kangennya Raden Kusen pada Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ,beliau bergegas mengetuk
pintu rumah Ki Weling. Karena pintunya diketuk sehingga Ki Weling menyuruh anak
gadisnya yang bernama Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) membuka pintu. Selanjutnya begitu
kagetnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) karena Raden Kusen memeluknya, namun berbeda
sikapnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) lalu tersungkur menyembah Raden Kusen. Hal itu
membuat terkejut Raden Kusen karena Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tersungkur
menyembahnya bersama dengan kedua orang tuanya dan menyebut beliau dengan
sebutan Pangeran Kusen.
Selanjutnya Raden
Kusen menanyakan pada kekasih hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa siapa yang
memberitahu nama sebenarnya Joko Sono ?
Dan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjawab bahwa ibu kandungnya yaitu Dewi Anarawati (Dewi
Subansih atau Dewi Tan Eng Kian) mendatangi rumah Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dan
menceritakan bahwa yang menjadi kekasih hatinya adalah seorang Pangeran dan
pembesar Kerajaan Majapahit.Dan ibu kandung beliau berpesan agar Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) untuk memutus cinta dengan Raden Kusen.
Mendengar cerita
semacam itu Raden Kusen mengatakan pada kekasih hatinya tadi bahwa tidak akan
mau memutus cinta, dengan memohon dan memeluk kakinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) ,
Raden Kusen menangis supaya hubungan cintanya berlanjut. Dan selanjutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) tetap melakukan hubungan cintanya dengan cara back street
dengan Raden Kusen, dengan tidak direstui ibu kandung Raden Kusen.
Singkat cerita
suatu hari disaat siang hari ,dan disaat itu Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) sedang
manggung menjadi sinden dan ditemani oleh Raden Kusen. Setelah selesai manggung Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) minta pamit pada Raden Kusen untuk buang air
kecil,sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) pergi sendiri untuk buang air kecil.
Selesai Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) buang air kecil, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
bergegas ke bawah panggung untuk menemui Raden Kusen kekasih hatinya. Dalam
perjalanan menuju ke Raden Kusen, Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dibekap dari belakang
oleh pendekar perempuan dan pingsan, lantas dibawa lari kesuatu tempat di kaki
sebuah bukit di desa Pare. Dan disana disuatu gubug Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
diguyur air oleh pendekar wanita tadi, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bangun
dari pingsannya dan begitu terkejutnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa
dihadapannya adalah ibu kandungnya kekasih hatinya yaitu Raden Kusen. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dimarahi oleh ibu kandungnya beliau karena masih nekat dan
sembunyi-sembunyi berhubungan asmara dengan Raden Kusen. Ibu kandungnya Raden
Kusen mengancam Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau tidak mau memutuskan hubungan cinta
dengan Raden Kusen maka orang tuanya akan dibunuh dengan diracun, sehingga Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) pergi dari desa Pare, dan kepergiannya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
tidak dketahui oleh orang tuanya maupun juga Raden Kusen, kesuatu desa di
Blambangan dan berganti nama menjadi Nyi Suci alias Nini Onengan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bersembunyi dari Raden Kusen hingga masa tuanya.
Disaat Dewi Hori
atau Dewi Gauri sakit menemui Ken Asmarawati dan dengan kata kasar meminta
supaya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menjauhi suaminya, dan menyumpahi mengutuk Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa suatu saat saat Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) dilahirkan
kembali kedunia Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) mengalami selalu mengalami kisah cinta
yang menyedihkan. Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) menangis atas kejadian itu. Dan
keduanya saling mengumpat dan berteriak juga saling menyumpahi bahwa nanti baik Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) maupun Dewi Hori atau Dewi Gauri dilahirkan kembali
keduanya sama-sama tidak bisa memiliki Raden Kusen yang juga dilahirkan kembali
kedunia.
Dan Singkat
cerita Raden Kusen bisa bertemu dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) setelah
meninggalnya Dewi Hori atau Dewi Gauri. Dan bertemunya juga secara tidak diduga
, berpapasan di desa di Kertosono. Namun Raden Kusen mengatakan pada Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bahwa beliau bersumpah pada istrinya untuk tidak menikah
lagi. Namun
Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) selama mereka
dipisahkan oleh ibu kandungnya Raden Kusen,itu belum bercerai dan masih
terikat perkawinan sah,sehingga mereka berdua hidup berdua hingga Ken
Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) hamil dan melahirkan putra bernama
Ariyo Timbul (Raden Balitar).Namun oleh karena situasi politik yang
memanas di Demak,akhirnya Raden Kusen menyembunyikan Ken Asmarawati atau
Ken Asmara (Uning) ke Blambangan (hal ini yang jadi salah paham antara
Raden Kusen dengan Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning),dikira sama
Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning),bahwa Raden Kusen
meninggalkannya.Dan putranya yang bernama Ariyo Timbul atau Raden
Balitar dititpkan pada kakaknya yang bernama Dyah Utama atau Aryo
Balitar.Dari Ariyo Timbul inilah nantinya menurunkan Raden Ayu Wuku
permaisuri Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono III.Sejak itu Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) disaat nyinden menembangkan judulnya:
Prasasti Asmoro,urip dewe wani,Sun moh ilang tresno,pengen tetep sayang,ojo
nganti getun,aku rilo,pengen tansah nyandhing,pengen nglalekne,andum tresno,dan
lain-lain.Dan selalu ditembang itu ada perkataan : " Sun narimo sun kelangan welase riko,masio mageh ninggal roso nong njero ati (dodo)". Dan setiap selesai menembangkan tadi Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
berteriak nyaring bersumpah bahwa suatu saat Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) akan lahir
kembali dan menjadi sinden/penyanyi dan menembangkan tembang-tembangnya
meskipun dengan judul yang berbeda, selain itu bersumpah bahwa kalau Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) suatu saat dilahirkan kedunia lagi minta disaat dan masanya
Raden Kusen dilahirkan kedunia lagi, namun Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) bersumpah
tidak ingin menikah dengan Raden Kusen yang terlahir lagi tadi, karena kecewa
dan sakit hatinya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) terhadap Raden Kusen dan istrinya
yaitu Dewi Hori atau Dewi Gauri. Meskipun demikian Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) kalau
dilahirkan kembali suatu saat nanti hanya ingin menyaksikan Raden Kusen meski
dari kejauhan. Jadi mereka
berdua yaitu Ken Asmarawati (Uning) dengan Raden Kusen jarang hidup
bersama hingga akhir hayat mereka. Dan diakhir hayatnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning)
meninggal dan jasadnya diperabukan dan abunya ditebar di alun-alun
Kabupaten Kadhiri, seperti pesannya almarhumah sebelum meninggal,
maksudnya Ken Asmarawati atau Ken Asmara (Uning) suatu saat bila dilahirkan kembali dapat langsung bertemu dengan Raden Kusen.
Perlu
diketahui bahwa dari Ariyo timbul nanti menurunkan KPP.Ariyo
Purbodiningrat,SE (reinkarnasinya Raden Kusen), berikut Silsilah nya:PRABHU BATHARA BRAWIJAYA DI MAJAPAHIT, berputra;
I. Ariyo Damar Adipati di Palembang, berputra;
II.Menak Sunaya atau Ariyo Menak atau Ariyo Koesen atau Raden Koesen atau Kin San, berputra;
III.Ariyo Timbul, berputra;
IV. Ariyo Kedhot, berputra;
V. Ariyo Pucuk suami Nyai Ageng Buda putrinya Ariyo Patikel dari trah Ariyo Lembu Peteng putra Brawijaya Wekasan di Madura, berputra;
VI.Ki Demang Palakaran di Ngarisbaya Madura, berputra;
VII.Pangeran Agung Palakaran atau Ki Pragalba di Ngarisbaya Madura, berputra;
VIII.Ki Pratanu atau Panembahan Lemah Dhuwur di Ngarisbaya, berputra;
IX. Raden Karah atau Panembahan Tengah di Ngarisbaya Madura, berp iautra;
X. Raden Prasena Adipati di Sampang bergelar Pangeran Cakraningrat lalu bernama Panembahan Cakraningrat yang dimakamkan di Imogiri Jogjakarta, berputra;
XI. Raden Undhagan atau Pangeran Cakraningrat Seda Kamal, berputra;
XII.Raden Tumenggung Suradiningrat lalu bernama Pangeran Cakraningrat Seda Ngekap, berputra;
XIII.Raden Tumenggung Suradiningrat di Sidayu bergelar Pangeran Adipati Cakraningrat Seda Mukti, berputra;
XIV.Raden Ayu Wuku bergelar Kangjeng Ratu Kencana permaisuri SISKS.Pakoe Boewono III, berputra;
XV. SISKS.Pakoe Boewono IV, berputra;
XVI.SISKS.Pakoe Boewono V, berputra;
XVII.SISKS.Pakoe Boewono VI, berputra;
XVIII.SISKS.Pakoe Boewono IX, berputra;
XIX. RM.Koesen-GKPH.Kolonel Poerbodiningrat, berputra;
XX. BRAy.Soetarmi Prodjokoesoemo bergelar Kanjeng Raden Ayu Adipati Sedhah Mirah II, berputra;
XXI. RM.Soegiyo Zaldy Zorro Darsita,Bc.Hk, berputra;
XXII.RM.Ariyo Rahindra Widiastomo,SE,atau KPP.Ariyo Purbodiningrat, berputra 4;
Foto : RM.Koesen (Kolonel BKPH.POERBODININGRAT) putra SISKS.PB.IX,nomer 3 (tiga) dari sebelah kanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar