Kamis, 19 Maret 2020

SIKAP POLITIK RADEN KUSEN

Konflik Majapahit-Demak dan Sikap Politik Raden Kusen

Dalam sumber-sumber babad, disebutkan bahwa pada 1478 terjadi perang antara Majapahit dan Demak yang mengakibatkan runtuhnya Majapahit. Raden Patah dikisahkan memboyong perlengkapan Kerajaan dari Majapahit ke Demak. Tahun itu pula dalam catatan babad ditandai sebagai tahun runtuhnya Majapahit.

Belakangan, selepas ditemukannya bukti-bukti baru seperti Prasasti Jiyu dan Petak serta Naskah Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong serta berita dari Portugis, diketatahui bahwa ternyata pada tahun tersebut Brawijaya V selaku ayah Raden Patah dikudeta , sehingga menyebabkan ketidak stabilan Majapahit. Ibukota Kerajaan Majapahit selepas itu dipindahkan dari Majakerta (Trowulan) ke Daha (Kediri).

Berpindahnya kekuasaan Majapahit kepada Giriwardana, menimbulkan Goncangan, Raden Patah beserta Walisongo yang dahulu patuh terhadap Majapahit mulai membangkang, hingga akhirnya mereka mendirikan Kerajaan Islam Demak dengan mengangkat Raden Patah sebagai Sultannya. Konflik antara Majapahit dan Demakpun kemudian pecah.

Dalam kondisi semacam itu, Raden Kusen rupanya mengambil sikap politik tetap setia pada Majapahit, bahkan manakala terlibat bentrokan fisik antara Majapahit Vs Demak, Raden Kusen tampil sebagai Panglima Perang Kerajaan Majapahit.

Dalam catatan Naskah Mertasinga, Raden Kusen dalam laga perang pertama melawan pasukan Demak terjun ke medan laga dengan gagah berani, bahkan selain membuat porak poranda pasukan Demak Raden Kusen juga berhasil membunuh Panglima Perang Demak, kala itu Panglima perang Demak diemban oleh Sunan Ngundung ayah dari Sunan Kudus.

Kekalahan Majapahit dan Akhir Hayat Raden Kusen

Dalam Naskah Kronik Kuil Sam-Po-Kong, pada 1517 Raden Patah berhasil menaklukan Majapahit, untuk kemudian menjadikan Majapahit sebagai Keadipatian bawahan Demak. Peristiwa tersebut juga sebenarnya identik dengan perang Majapahit Vs Demak yang terekam dalam beberapa babad.

Sebagaimana yang dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, bahwa selepas kekalahan Demak dalam perang yang pertama dengan Majapahit. Demak kemudian melancarkan serangan kedua, kali ini yang menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak adalah Sunan Kudus, sementara pada pihak Majapahit, masih mempercayakan Raden Kusen sebagai Pangliama Perangnya.

Dalam perang yang kedua, babad tanah Jawi maupun Naskah Mertasinga mengabarkan kekalahan telak Majapahit, Majapahit dapat dikuasai, sementara Raden Kusen sendiri ternyata berhasil menyelamatkan diri.

Mengenai akhir hayat Raden Kusen, Naskah Mertasinga mengisahkannya cukup Rinci, dalam naskah tersebut disebutkan bahwa, selepas raden Kusen berhasil meloloskan diri, Sunan Kudus mengirimkan surat kepada Raden Kusen agar menyerahkan diri ke Demak, Sunan Kudus berjanji akan mengampuninya serta tidak akan menuntut balas atas kematian ayahnya.

Raden Kusen kemudian menjawab surat Sunan Kudus dengan cara mengadakan perjanjian perdamaian dihadapan Sultan Demak yang juga sebagai kakak tirinya sendiri. Perjanjian damaipun  kemudian disetujui Raden Patah  kepadanya.

Setelah itu Raden Kusen kemudian dikisahkan memilih meninggalkan Terung.Namun demikian Raden Kusen pada masa Demak,Beliau tidak mau diangkat sebagai Pembesar di Demak, Beliau memilih tetap memegang tampuk kepemimpinan di Terung dan Surabaya, selain juga Beliau diserahi sebagai Pembesar Pajak Majapahit dan Beliau diserahi jabatan oleh Kakaknya Pangeran Jin Bun atau Raden Patah untuk menjadi Adipati di Semarang, selain itu Beliau bersama Gan Si Cang putra Gan Eng Cu dari Tuban membangun bisnis penggergajian kayu jati terbesar di Semarang dan memperbesar bisnis pembuatan galangan kapal,dengan cara kecepatan kapal diperbesar untuk mengalahkan kapal Aceh milik Dja Tik Su (Sunan Kudus). Tidak hanya itu Raden Kusen membuat banyak kapal dan kapal-kapal jung, yang kala itu laris terjual seantero asia, seperti kerajaan sriwijaya membeli kapal pada Raden Kusen, termasuk juga kerajaan tumasik,banda,pagar ruyung,se jawa,dan lain-lain.Termasuk cara-cara bercocok tanam,bertani,pembuatan pupuk-pupuk,alat-alat pertanian,dan selain itu juga pembuatan alat-alat perang,jenis apapun,termasuk juga mesiu-mesiu karena bapak tirinya Raden Arya Damar (Swan Liong) Adipati Palembang adalah ahli mesiu.Beliau berbisnis ini semua hingga akhir hayatnya.



TAMBAHAN BEBERAPA DATA DARI TELIK SANDIBAYA RADEN KUSEN :


PERBANKAN DAN PERDAGANGAN


Pada zaman Babylonia, kurang lebih 2000 SM, Temples of Babylon begitulah nama bank pada masa itu kerajaan-kerajaan di nusantara ini telah mengadakan perdagangan dengannya. Kegiatan utama bank itu adalah transaksi peminjaman emas dan perak pada kalangan pedagang yang membutuhkan dengan memungut biaya tertentu. Pada 500 SM kegiatan perbankan telah berkembang, tidak mengherankan jika pada zaman Romawi kegiatan perbankan telah meliputi praktek tukar menukar uang, menerima deposito, memberi kredit dan transfer dana. Tentunya semuanya dilakukan dengan cara yang sangat sederhana.)
Era perbankan modern dimulai pada abad 15-16. Mulanya pada awal abad itu di Inggris, Belanda dan Belgia muncullah Goldsmith’s Note atau Surat Tukang Emas. Para tukang emas masa itu bersedia menerima uang logam (emas dan perak) untuk disimpan, dan tanda bukti penyimpanan emas ini berlaku sebagai surat deposito yang disebut Goldsmith’s Note.
Dalam perkembangannya surat tukang emas itu digunakan sebagai alat pembayaran. Bahkan tanpa jaminan cadangan emas atau perak sekalipun, surat semacam Goldsmith’s Note (yang identik dengan Notgeld (atau alat pembayaran/catatan pembayaran darurat jaman Pemerintahan Jerman tahun 1918-1924) diterima sebagai alat pembayaran, tentunya dengan dukungan dan jaminan dari pihak Raja, penguasa juga pengusaha dan otoritas lainnya yang dipercaya pada saat itu (inilah cikal bakal uang kertas yang diedarkan perbankan pada masa itu)
telah mengenal perdagangan antar kawasan yang berkembang subur antara Asia Timur (diwakili China/Tiongkok), Asia Tenggara (diwakili Nusantara yang sekarang bernama Indonesia), Asia Selatan (diwakili India) dan Asia Barat (diwakili Persia/Media Persia), dimana ikut juga para pedagang Arab ,Eropa, dan negara-negara di Timur Tengah. Adapun Kerajaan-Kerajaan di Nusantara , adalah yang dimulai dari : Kerajaan Salakanagara,dilanjutkan ke Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda Galuh, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Medang/Mataram Hindhu,Kerajaan Kahuripan,Kerajaan Janggala, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit,Kesultanan Demak,Kesultanan Pajang,Kesultanan Mataram Islam,hingga pada Kerajaan Kesunanan Kartasura dan Kesunanan Surakarta serta Kesultanan Yogyakarta.
Mata perdagangan komoditi (ekspor)nya kerajaan-kerajaan di nusantara (Indonesia) ini : kopi,lada,padi, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana ,rempah-rempah,garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun.
Dan lawan dagang mereka komoditi (impor) berupa : kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga.
Meskipun Kerajaan-Kerajaan di Nusantara tersebut telah mempunyai mata uang sendiri namun dalam jalur perdagangan internasional mereka masih melakukan tukar menukar barang-barang komoditi (impor) seperti : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi, dalam kuota yang sangat besar.
Bisa dibayangkan apabila dalam satu tahun ada banyak transaksi dalam kuota yang besar, maka dalam satu masa suatu Kerajaan akan mendapatkan bertumpuk-tumpuk cadangan emas, dan barang-barang komoditi (impor) yang lain.
Dan ini berlanjut pada Kerajaan penerusnya ditambah dengan transaksi dalam kuota yang besar pula yang dilakukan oleh Kerajaan penerusnya pada masa mereka. Indikasi banyaknya kuota perdagangan yang dilakukan oleh Kerajaan-kerajaan di Nusantara semakin menguat dengan adanya kejadian kapal-kapal yang mengangkut barang-barang dagang komoditi impor dengan kuota tonase yang cukup besar yang karam di pesisir pantura pada tahun 1601-1875 (dapat anda baca pada http://kapal karam.html)dan mungkin tahun-tahun setelah itu juga terjadi.
Kemitraan dagang pada jalur perdagangan melalui jalur darat dan laut antara Kerajaan-Kerajaan di Nusantara dengan pedagang-pedagang Tiongkok/China,India,Arab,dan Persia, tidak menutup kemungkinan juga kemitraan perdagangan dengan bangsa-bangsa di Eropa, dimulai dari Yunani dan Romawi pada abad ke-1 (0-100 M), (namun ada temuan lainnya lagi bahwa kerajaan-kerajaan di nusantara ini sudah mengadakan hubungan perdagangan dengan Mesir, salah satunya kota Barus atau yang juga disebut Fansur yang terletak di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera yang menghasilkan kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi, dapat anda baca dan pelajari padahttp://students.itb.ac.id/~hadi102/E-books/Islamic/Tsaqofah/Islam%20Masuk%20ke%20Nusantara.pdf atau pada : www.eramuslim.com )
dan hubungan kemitraan ini telah terjalin berlangsung sangat lama, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit pada tahun 1404 M ( Karena di beberapa kota pada mitra dagang Kerajaan-kerajaan di Nusantara di Eropa yang menjadi pusat perdagangan, berdiri lembaga perbankan, misalnya Barcelona (1401), Genoa (1404), Venesia (1587), Milan (1593), Amsterdam (1609), Hamburg (1619), dan London (1694).Adapun proses munculnya lembaga Bank Sentral mulai tampak sekitar paruh kedua abad ke-18, tepatnya saat Raja Inggris menunjuk Bank of England sebagai Bank Sirkulasi dan bankers bank di wilayah Inggris pada 1773. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh Perancis dengan menunjuk Banque de France (1800), Swedia menunjuk Riskbank (1809), dan Belanda menunjuk De Nederlandsche Bank (1814) sebagai Bank Sentral-nya.) pada saat itu pula kerajaan-kerajaan sudah mengenal “menabung/menyimpan” di bank-bank di benua Eropa melalui berdagang.
Karena bisa ada kemungkinan bahwa Kerajaan-Kerajaan di Nusantara yang berdagang hingga ke Eropa pasti diharuskan mengikuti aturan-aturan main di Eropa yang diatur dengan sistem perbankan perdagangan internasional kala itu.
Hal ini oleh Kerajaan-Kerajaan di Nusantara dibiarkan tersimpan pada bank-bank di Eropa dari mulai zaman Kerajaan Majapahit hingga pada zaman Kerajaan Kesunanan Surakarta (Karena Kesunanan Surakarta adalah penerus langsung Kerajaan Majapahit melalui Kerajaan Mataram dan Kesunanan Kartasura, sehingga pewaris sah Kerajaan Majapahit adalah Kesunanan Surakarta sebelum terjadi Perjanjian Giyanti 1755 M ) pada tahun 1881. Barang-barang komoditi yang boleh tersimpan pada bank-bank di Eropa adalah : emas,perak,tembaga, permata,mutiara,dan logam mulia-logam mulia serta batu mulia-batu mulia yang lain.
Sehingga jelas analisa saya terbukti bahwa atas perintah S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX pada B.K.P.Kolonel Ariyo Poerbodiningrat (eyang saya) tahun 1881,bahwa eyang saya mendapat perintah dari S.I.S.K.S.Pakoe Boewono IX untuk memindahkan semuanya dari semua bank di Eropa dipindahkan ke UBS, sehingga terjadilah pemindahan barang-barang komoditi Kerajaan-Kerajaan di Nusantara sebelum zaman Kerajaan Majapahit hingga zaman Kerajaan Majapahit sampai dengan pada zaman Kerajaan Kesunanan Surakarta yang tersimpan di Eropa (Inggris,Portugis,Spanyol,Prancis,dan Belanda/Jerman),China,Amerika,dan Timur Tengah ada indikasi bahwa belum pernah diambil oleh nenek moyang Kerajaan-kerajaan di Nusantara hingga pada tahun 1881 , dipindahkan ke salah satu Bank di Eropa yaitu Swisserische Bank Gesellschaft atau Union Bank of Switzerland (UBS). Karena alasannya UBS adalah Metal Deposit Bank (Bank Internasional untuk Menyimpan Logam Mulia), selain itu UBS ini adalah bank yang stabil karena berada di negara Swiss yang terkenal netral atau tidak terpengaruh negara-negara Eropa lainnya. Dan akhirnya dkumen asset ang ada kaitannya dengan sejarah leluhur Karaton Soerakarta Hadiningrat-Dinasti Mataram II Panembahan Senopati yang sebagai kelanjutan dari Kerajaan di Nusantara yang ada sejak 5.000 SM melalui Kerajaan Majapahit berubah kepemilikan dengan nama kepemilikan bernama : Mr.IR.Soekarno (yang mengatasnamakan rakyat dan bangsa Indonesia) yang tersimpan di UBS Swiss, dalam hal ini dokumen-dokumen dan asset-asset fisik berupa logam mulianya benar, hanya mungkin yang masih menjadi perdebatan antara pihak Karaton Soerakarta,pihak Internasional dengan pihak pemerintah Indonesia adalah cara mengumpulkan atau mendapatkannya asset-asset berupa dokumen-dokumen dan semua logam mulia itu. Namun menurut saya,penulis, perdebatan-perdebatan dan polemic biarlah tetap menjadi polemic saja, karena pada kenyataannya semua dokumen dan logam mulia sudah atas nama Mr.Ir.Soekarno, Mr.Soewarno dkk sebagai perwakilan kami anak bangsa ini. MERDEKA !!!
NB: Bank UBS di Swiss mempunyai cabang-cabang di beberapa negara di seluruh dunia ini, diantaranya:German: Schweizerische Bankgesellschaft (SBG),Italian: Unione di Banche Svizzere (UBS),French: Union de Banques Suisses (UBS),Spanish: Unión de Bancos Suizos (UBS),Japanese: Swiss Union Ginko (UBS),Arabic: Bank Al Ittihad Al Swissri (UBS),Portuguese: União de Bancos Suiços (UBS)


SEJARAH KERAJAAN-KERAJAAN DI NUSANTARA DAN SEKTOR PERDAGANGANNYA
Kerajaan-Kerajaan di Nusantara pada awal abad ke-1 (0-100M) telah mengenal perdagangan antar kawasan yang berkembang subur antara Asia Timur (diwakili China/Tiongkok), Asia Tenggara (diwakili Nusantara), Asia Selatan (diwakili India) dan Asia Barat (diwakili Persia), dimana ikut juga para pedagang Arab dan Negara-negara di Timur Tengah. Adapun Kerajaan-Kerajaan di Nusantara :
I.Kerajaan Salakanagara
Salakanagara, berdasarkan Naskah Wangsakerta - Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara (yang disusun sebuah panitia dengan ketuanya Pangeran Wangsakerta) diperkirakan merupakan kerajaan paling awal yang ada di Nusantara. Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyre oleh Ptolomeus (Gubernur di Yunani) dalam tahun 150 M, terletak di daerah Teluk Lada Pandeglang.
Raja pertama Salakanagara bernama Dewawarman yang berasal dari India. Ia mula-mula menjadi duta negaranya (India) di Pulau Jawa Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 M menjadi pusat pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).
Sementara Jayasinghawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Maurya.
MATA PERDAGANGANNYA ; bidang ekspor :lada , kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi. , bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan : India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
II.Kerajaan Tarumanagara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana ( garam, merica pala,padi, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan : India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
III.Kerajaan Sunda Galuh
Kerajaan Sunda Galuh adalah suatu kerajaan yang merupakan penyatuan dua kerajaan besar di Tanah Sunda yang saling terkait erat, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa, di tahun 669 M menggantikan kedudukan mertuanya yaitu Linggawarman raja Tarumanagara yang terakhir. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala,padi, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
IV.Kerajaan Kalingga
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah, yang pusatnya berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Putri Maharani Shima, PARWATI, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama MANDIMINYAK, yang kemudian menjadi raja ke 2 dari Kerajaan Galuh.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana ( garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959). ),dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
V.Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak. Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
VI.Kerajaan Medang
Kerajaan Medang adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad ke-10, dan akhirnya runtuh pada awal abad Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.ke-II.
Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
VII.Kerajaan Kahuripan
Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan.
Pararaton mencatat beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Bhatara i Kahuripan, atau disingkat Bhre Kahuripan. Yang pertama ialah Tribhuwana Tunggadewi putri Raden Wijaya. Setelah tahun 1319, pemerintahannya dibantu oleh Gajah Mada yang diangkat sebagai patih Kahuripan, karena berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.
Hayam Wuruk sewaktu menjabat yuwaraja juga berkedudukan sebagai raja Kahuripan bergelar Jiwanarajyapratistha. Setelah naik takhta Majapahit, gelar Bhre Kahuripan kembali dijabat ibunya, yaitu Tribhuwana Tunggadewi.
Sepeninggal Tribhuwana Tunggadewi yang menjabat Bhre Kahuripan adalah cucunya, yang bernama Surawardhani. Lalu digantikan putranya, yaitu Ratnapangkaja.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
VIII.Kerajaan Janggala
Janggala adalah salah satu dari dua pecahan kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Lokasi pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Selanjutnya, Panji Asmarabangun digantikan putranya yang bernama Kuda Laleyan, bergelar Prabu Surya Amiluhur. Baru dua tahun bertakhta, Kerajaan Janggala tenggelam oleh bencana banjir. Surya Amiluhur terpaksa pindah ke barat mendirikan Kerajaan Pajajaran.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, padi,adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi dan Tiongkok.
IX.Kerajaan Kadiri
Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959). ),dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi,Arab ,dan Tiongkok.
X.Kerajaan Singhasari
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen dan permata.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi,Arab, dan Tiongkok.
XI.Majapahit
Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Majapahit menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di semenanjung Malaya, Borneo, Sumatra, Bali, dan Filipina.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir di semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo dan Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Borneo, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu pada tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL dengan: India,Yunani,Romawi ,Arab,dan Tiongkok.
Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Nusantara Sebelum Kedatangan Bangsa Barat Sebelum kedatangan bangsa barat, Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, yaitu.
1. Jalur perniagaan melalui darat atau lebih dikenal dengan “Jalur Sutra” (Silk Road) yang dimulai dari daratan Tiongkok (Cina) melalui Asia Tengah, Turkistan hingga ke Laut Tengah. Jalur ini juga berhubungan dengan jalanjalan yang dipergunakan oleh kafilah India. Jalur ini merupakan jalur paling tua yang menghubungkan antara Cina dan Eropa.
2. Jalur perniagaan melalui laut yang dimulai dari Cina melalui Laut Cina kemudian Selat Malaka, Calicut (India), lalu ke Teluk Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke Laut Tengah atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir lalu menuju Laut Tengah. Melalui jalur perniagaan laut komoditi ekspor dari wilayah Nusantara menyebar di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium) yang terus menyebar ke wilayah Eropa. Komoditi ekspor tersebut antara lain terdiri atas rempah-rempah, kayu wangi, kapur barus dan kemenyan. Sejak masa kerajaan lama (baik pada masa kejayaan Hindu-Budha maupun Islam) pengaruh raja-raja atau sultan-sultan dari masing-masing kerajaan dalam dunia perdagangan cukup besar. Mereka bertindak tidak sekedar sebagai pengontrol keamanan atau penarik pajak saja, namun sering kali juga bertindak sebagai pemilik modal. Pada dasarnya dunia perdagangan di wilayah Nusantara pada waktu itu mempunyai sifat politis dan kapitalistik. Ada dua kerajaan utama di Nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan Internasional pada kurun abad ke-7 hinga ke-15, yaitu Sriwijaya di Sumatera dan Majapahit di Jawa. Keduanya adalah kerajaan Hindu-Budha. Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan pantai yang kekuatan ekonominya bertumpu pada perdagangan internasional. Sriwijaya berhubungan dengan jalan raya perdagangan internasional dari Cina ke Eropa melalui Selat Malaka. Pada abad ke-7 hingga ke-13 kerajaan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi pusat perdagangan di wilayah Indonesia Barat, terutama setelah berhasil menguasai dan mengamankan jalur perdagangan di sekitar Selat Malaka. Sriwijaya mewajibkan setiap kapal dagang yang lewat Selat Malaka untuk singgah ke pelabuhan Sriwijaya. Oleh karena itu, kerajaan tersebut sering dikunjungi para pedagang dari Persia, Arab, India, dan Cina untuk memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau negeri-negeri yang dilaluinya. Barang-barang tersebut antara lain berupa tekstil, kapur barus, mutiara, kayu berharga, rempah-rempah, gading, kain katun dan sengkelat, perak, emas, sutera, pecah belah serta gula. Selain sebagai pusat perdagangan, Sriwijaya juga mempunyai kapal-kapal sendiri untuk perniagaannya. Pelayaran kapal-kapal niaga Sriwijaya meliputi Asia Tenggara sampai India, bahkan hingga Madagaskar. Dominasi perdagangan Sriwijaya mulai mengalami masa surut ketika mendapat serangan dari kerajaan Cola, India pada abad ke-11. Selanjutnya pada abad ke-13 kedudukannya terdesak oleh kerajaan-kerajaan di Jawa Timur, terutama Singosari dengan pemimpinnya Kertanegara yang mengirimkan ekspedisi Pamalayu hingga ke Tumasik. Akhirnya keberadaan Sriwijaya betul-betul hilang setelah Majapahit mengirimkan ekspedisi ke wilayah itu. Sejak 1293 sampai 1500 Majapahit yang berpusat di Jawa (Timur) tampil sebagai pengganti Sriwijaya. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai puncak kekuasaannya. Kerajaan tersebut adalah kerajaan agraris dan sekaligus merupakan kerajaan perdagangan. Dengan angkatan laut yang kuat, wilayah kekuasaan Majapahit terbentang dari Maluku hingga Sumatera Utara. Perniagaannya tidak terbatas pada perdagangan dan pelayaran pantai saja, melainkan juga perdagangan seberang laut melalui Malaka menuju Samudera Hindia. Pada saat yang sama, menurut Marcopolo, di Sumatera terdapat kerajaan Tumasik dan Samudra Pasai. Pasai merupakan kerajaan Islam yang mempunyai posisi kuat dalam bidang politik dan ekonomi sehingga mampu mempertahankan kedaulatannya atas Malaka. Namun demikian Pasai mengakui kekuasaan kerajaan Hindhu-Budha Majapahit di Jawa dan juga kekaisaran Cina.. Sebagai pusat perdagangan, Pasai banyak melakukan hubungan dagang dengan Gujarat, Benggala serta kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa. Selain lada, Pasai juga mengekspor beberapa barang dagangan lain, diantaranya yaitu sutra, kapur barus dan emas yang diperoleh dari daerah pedalaman. Sedangkan sutra, orang-orang Pasai memperoleh kemampuan mengolah sutra dari orang-orang Cina. Jaman perdagangan mengakibatkan permintaan secara berkelanjutan akan mata uang. Mata uang dalam bentuk perak, tembaga dan timah merupakan barang dagangan paling penting yang mengalir ke wilayah Asia, termasuk Nusantara. Di wilayah itu terdapat keadaan terbuka yang lebih lama bagi saudagar asing dan mata uang mereka, meski mata uang pribumi (lokal), khususnya yang dari emas, juga banyak dicetak. Beberapa uang asing yang telah beredar pada masa itu adalah uang Cina, Jepang, India dan Persia. Pada rentang abad ke-9 sampai 13, beberapa kerajaan seperti Kerajaan Kediri, Aceh dan Sulawesi telah mempunyai uang logam dari emas; kerajaan di Bangka, Cirebon, Pontianak, Maluku dan Banten telah mempunyai uang logam dari timah, perak dan tembaga. Emas pada masa itu menjadi alat ukur nilai, selain itu berfungsi juga sebagai sarana untuk menabung dan tanda status bagi seorang Raja. Namun demikian jauh sebelum masa itu, masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana sebagai alat pembayaran, seperti manik-manik di Bengkulu dan Pekalongan, gelang di Majalengka dan Sulawesi Selatan, belincung di Bekasi, Moko di Nusa Tenggara Timur, dan kerang di Papua. Mata uang tembaga Cina, dan mata uang lokal yang terbuat dari timah, merupakan peletak dasar untuk komersialisasi yang makin meningkat di kawasan itu setelah tahun 1400 (abad ke-15). Mata uang Cina disebut dengan uang cash (sansakerta), tetapi orang Portugis menyebutnya dengan caixa khususnya untuk mata uang tembaga Cina yang diekspor dan istilah tersebut juga digunakan oleh bangsa Eropa yang lainnya. Sedangkan masyarakat Jawa menyebutnya dengan picis. Mata uang ini berbentuk bulat kecil mempunyai lubang persegi ditengahnya agar dapat diikat menjadi satu bundel senilai seribu (puon), enam ratus atau jumlah lainnya yang lazim dilakukan masa itu. Pada Juni 1599, John Davis, seorang pelaut Inggris yang bekerja pada kapal Belanda, melaporkan bahwa di Aceh terdapat berbagai macam alat pembayaran seperti cashes, mas, cowpan (kupang), perdaw dan tayel (tahil). Ia membuat semacam daftar kurs mata uang di Aceh pada waktu itu, sebagai berikut : 1600 cashes = 1 mas 400 cashes = 1 kupang 5 mas = 4 shilling sterling 4 mas = 1 perdaw (di Aceh disebut pardu) 4 perdaw = 1 tahil Dalam sumber lain disebutkan pula bahwa satu tail (tahil) sama dengan 16 mas (dirham). Satu Ringgit Spanyol (Real Spanyol) sama dengan 16 mas (dirham).
XII.Kesultanan Demak
Kesultanan Demak atau Kesultanan Demak Bintara adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir.
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati,yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959). ),dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Demak kelanjutan Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL : India,Yunani,Romawi,Portugis,Arab, dan Tiongkok.
Demak kelanjutan Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Perkembangan Eropa : Asal Mula Bank-Bank
Pada 1453 Dinasti Usmani (Ottoman) Turki yang dipimpin oleh Sultan Muhammad II (1451-1481) berhasil menguasai Konstantinopel, ibu kota Imperium Romawi- Byzantium (Romawi Timur). Sejak saat itu, pusat perkembangan ekonomi dan politik dunia abad ke-14 sampai dengan awal abad ke-15 ada di tangan Imperium Turki Usmani yang segera menguasai wilayah-wilayah strategis yang semula dikuasai oleh orang-orang Eropa, khususnya Romawi-Byzantium. Jatuhnya kekuasaan Romawi-Byzantium mengakibatkan tertutupnya perdagangan di Laut Tengah bagi orang-orang Eropa. Penguasa Turki Usmani menjalankan politik yang mempersulit pedagang Eropa beroperasi di daerah kekuasaannya. Keadaan tersebut menyebabkan mundurnya hubungan dagang antara dunia Timur dengan Eropa, sehingga barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang Eropa menjadi berkurang di pasaran Eropa, terutama rempah-rempah. Untuk itu para pedagang Eropa akhirnya mencari jalan alternatif sendiri dengan menjelajah secara langsung tempat penghasil rempah-rempah tersebut. Penjelajahan bangsa Eropa ini dipelopori oleh bangsa Spanyol, Portugis dan diikuti oleh Belanda, Inggris, dan Perancis. Selain faktor jatuhnya Konstantinopel, penjelajahan bangsa Eropa juga disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Semangat Reconquesta, yaitu semangat mengalahkan atau menaklukkan sebagai pembalasan terhadap kekuasaan Islam dimanapun yang mereka jumpai
2. Kisah perjalanan Marcopolo ke dunia Timur, yaitu kisah perjalanannya dari negeri Cina melalui pelayaran atau lautan
3. Penemuan Copernicus yang didukung oleh Galileo yang menyatakan bahwa bumi bulat
4. Penemuan Kompas (penunjuk arah mata angin)
Maka, pada abad ke-15 dan permulaan abad ke-16, pelaut-pelaut bangsa Eropa telah berhasil menjelajahi samudera yang luas dan sampai ke negeri-negeri baru seperti Amerika, Afrika dan Asia termasuk wilayah Nusantara. Semenjak itu kegiatan perdagangan yang semula berada di Laut Tengah berpindah ke lautan yang lebih luas yaitu Samudera Atlantik. Dalam perdagangan ini bangsa Spanyol, Belanda, Inggris, dan Perancis berhasil mendapatkan keuntungan dari pusat-pusat perdagangan yang sangat strategis dari daerah kekuasaannya. Kekayaan akan logam mulia mengalir ke Eropa terutama melalui negara Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris.
Dari keuntungan perdagangan itulah, pada abad ke-16 dan ke-17 banyak negara Eropa yang telah berhasil menemukan bentuk dan identitasnya serta telah menjadi negara nasional yang mempunyai kedudukan kuat di dalam negeri dengan cara menyelenggarakan administrasi negara melalui sistem birokrasi dan memperkuat angkatan perangnya. Pada saat itu negara yang paling kaya merupakan negara yang paling berkuasa karena sanggup memerintah wilayah kekuasaannya yang luas. Perkembangan yang pesat dalam perdagangan itu melahirkan paham merkantilisme yang dianut oleh negara-negara di Eropa. Merkantilisme merupakan cara untuk mengatur kegiatan ekonomi melalui campur tangan Pemerintah dalam pertumbuhan kapitalisme pada awal jaman modern di Eropa. Negara-negara penganut merkantilisme menggunakan emas dan perak sebagai standar kekayaan. Kemudian dilengkapi lagi dengan uang kertas dan berbagai bentuk kredit. Hal ini dilakukan karena kaum usahawan sangat memerlukan modal dan alat penukar. Paham ini menopang berlangsungnya kolonialisme dan imperialisme kuno. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tersebut, pada akhir abad ke-18, di Eropa Barat mulai muncul revolusi industri sebagai perubahan yang radikal dan cepat terhadap perkembangan kemampuan manusia dalam menciptakan peralatan kerja untuk meningkatkan hasil produksi. Pada saat itu terjadi perubahan yang cepat di bidang ekonomi, yaitu dari kegiatan ekonomi agraris beralih ke ekonomi industri dengan menggunakan mesin. Revolusi Industri berawal dari Inggris, kemudian berkembang ke daratan Eropa dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Hingga nantinya, tatkala negara-negara Eropa mengalami puncak industrialisasi pada abad ke-19 lahirlah praktek kolonialisme dan imperialisme modern.
Secara umum, revolusi industri mempunyai dampak yang sangat luas dalam
berbagai bidang kehidupan manusia seperti.
1. Munculnya industri secara besar-besaran
2. Munculnya golongan borjuis dan golongan buruh
3. Munculnya urbanisasi, yang ditandai dengan perpindahan penduduk daerah pertanian ke daerah kota untuk bekerja sebagai buruh industri
4. Munculnya kapitalisme modern, di mana uang memegang peranan yang sangat penting
Kegiatan ekspansi bangsa Eropa, revolusi perdagangan, dan industrialisasi mempunyai hubungan erat dengan masalah pemerintahan, perusahaan, dan bank, terutama sebagai sumber pembiayaan bagi perniagaan perusahaan-perusahaan Eropa di wilayah koloninya. Embrio perbankan modern pertama kali muncul di Eropa pada awal abad ke-15 dan 16, meski belum berbentuk lembaga Bank Sentral dan belum mempunyai standarisasi nilai mata uang. Di beberapa kota yang menjadi pusat perdagangan, berdiri lembaga perbankan, misalnya Barcelona (1401), Genoa (1404), Venesia (1587), Milan (1593), Amsterdam (1609), Hamburg (1619), dan
London (1694).
Adapun proses munculnya lembaga Bank Sentral mulai tampak sekitar paruh kedua abad ke-18, tepatnya saat Raja Inggris menunjuk Bank of England sebagai Bank Sirkulasi dan bankers bank di wilayah Inggris pada 1773. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh Perancis dengan menunjuk Banque de France (1800), Swedia menunjuk Riskbank (1809), dan Belanda menunjuk De Nederlandsche Bank (1814) sebagai Bank Sentral-nya.
Nusantara Sesudah Kedatangan Bangsa Barat
Hingga abad ke-10 pelayaran niaga masih menempuh satu jalur yang tidak terputusputus dari timur ke barat atau sebaliknya. Sampai dengan abad itu belum ada pelabuhan-pelabuhan yang memiliki cukup banyak fasilitas untuk dijadikan tempat singgah dalam jalur niaga yang panjang. Sejak abad ke-10 dan ke-11 muncul kota pelabuhan yang disebut dengan “emporium”, yaitu suatu kota pelabuhan dengan fasilitas lengkap yang memudahkan para pelaut untuk memperbaiki kapal-kapalnya sekaligus melakukan transaksi perdagangan. Dalam setiap emporium biasanya terdapat pengusaha yang memiliki modal cukup besar sehingga mampu menyediakan fasilitas kredit, gudang-gudang, usaha dagang dan bahkan sewa dan jual beli kapal untuk ekspedisi dagang. Lahirnya sistem”emporia” telah memudahkan pelayaran niaga. Para pedagang tidak lagi dipaksa untuk menempuh seluruh jalur dari timur ke barat untuk memasarkan barang dagangannya. Tetapi, dengan menempuh satu emporium saja, maka komoditi dagangnya akan dibawa para pedagang lain menyebar ke emporiumemporium di wilayah lain. Dengan demikian sistem emporia telah menyebabkan jalur perdagangan menjadi lebih pendek. Berbagai emporium yang muncul pada abad itu adalah Aden dan Mocha di Laut Merah; Muskat, Bandar Abas dan Hormuz di Teluk Persia; Kambai dan Kalikut di Laut Arab; Satgaon di Teluk Benggala; Zaiton dan Nanking di Laut Cina serta Malaka di Selat Malaka. Pada abad ke-15, Malaka mulai menggeser kedudukan Samudra Pasai dalam dunia perdagangan internasional. Secara geografis, letak Malaka cukup strategis dan lebih menguntungkan dibandingkan Pasai. Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara yang terletak pada jalan silang antara wilayah timur dan wilayah barat Asia. Sebagaimana Sriwijaya, Malaka dapat dikatakan tidak memproduksi sendiri bahan-bahan hasil bumi atau pertambangannya, tetapi mendatangkan dari wilayah lain. Namun dengan kekuatan hubungan diplomatiknya dengan berbagai negara kuat seperti Cina, Siam dan Majapahit, kerajaan Malaka berkembang menjadi emporium terbesar di kawasan Asia. Terlebih lagi setelah penguasa Malaka menjadi penganut Islam pada 1414, mendorong semakin banyak pedagang Islam dari Arab dan India melakukan kegiatan perdagangan di Malaka. Pesatnya perkembangan Malaka juga didukung oleh kebijakan yang ditempuh para penguasanya. Mereka berusaha menumbuhkan sistem birokrasi yang dapat memenuhi tugasnya dalam mengatur perekonomian Malaka. Salah satu jabatan yang penting dan berkaitan erat dengan perdagangan di pelabuhan adalah Syahbandar. Di Malaka, terdapat empat syahbandar yang dipilih secara langsung oleh para pedagang asing dari berbagai kelompok bangsa untuk mengurusi kepentingan mereka masing-masing. Kedudukan strategis Malaka itu terdengar oleh orang-orang Portugis yang telah berhasil mendirikan suatu kantor dagang di Goa, India. Untuk itu Affonso d’Albuquerque, seorang panglima Portugis di Goa bermaksud mengadakan hubungan dengan Malaka. Suatu utusan Portugis dipimpin oleh Lopez Squeira pada 1509 tiba di Malaka untuk mengadakan hubungan dagang dengan Malaka. Namun penguasa Malaka enggan untuk menerimanya, bahkan mereka menyerang orang-orang Portugis yang tiba di Malaka saat itu. Hingga akhirnya, dengan dipimpin langsung oleh Panglima Portugis, Affonso d’Albuquerque,
Portugis merebut Malaka pada 1511. Mereka berharap dengan menguasai Malaka akan dapat merampas seluruh perdagangan merica di Asia. Namun harapan mereka tidak terpenuhi, mengingat Malaka tidak memproduksi hasil-hasil perdagangan (ekspor) apa pun, termasuk merica yang mereka cari-cari selama ini. Tetapi Malaka semata-mata emporium yang berfungsi sebagai pelabuhan transit bagi para pedagang di wilayah Asia. Setelah menguasai Malaka, orang-orang Portugis melanjutkan perjalanannya ke Maluku, tepatnya ke Banda yang merupakan tempat pengumpulan rempah-rempah di Maluku. Di Banda Portugis mendapatkan pala, cengkeh dan fuli. Rempah-rempah tersebut mereka tukar dengan bahan pakaian dari India. Dengan ini suasana perdagangan yang ramai timbul di pulau Banda. Pada 1521 bangsa Spanyol datang dengan dua kapal melalui Filipina dan Kalimantan Utara menuju kepulauan Maluku, yaitu Tidore, Bacan dan Jailolo. Kedatangan mereka diterima dengan baik, ketika mereka pulang beberapa pedagang mereka menetap di Tidore, tetapi mereka mendapat serangan dari Portugis. Kedatangan bangsa Spanyol ke Maluku tidak disukai oleh bangsa Portugis, karena mereka tidak menghendaki ada bangsa Eropa lain yang menjadi pesaing monopoli perdagangan mereka di Maluku. Akan tetapi karena sikap baik yang ditunjukakan oleh bangsa Spanyol, masyarakat Maluku lebih menyukai mereka daripada bangsa Portugis. Oleh karena itu kapal-kapal mereka terus mengunjungi Maluku hingga 1534. Namun karena adanya perjanjian dengan bangsa Portugis sejak tahun 1534, Spanyol meninggalkan Maluku dan Portugis mendapat kebebasan penuh untuk melakukan monopoli rempah-rempah di Maluku. Sejak akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 tiba giliran bagi orang Belanda, Inggris, Denmark dan Perancis datang ke wilayah Nusantara. Secara khusus, kedatangan bangsa Belanda didorong oleh dua motif yaitu ekonomi dan petualangan. Pada 1585 ketika Portugal masuk daerah kuasa Spanyol maka peranan bangsa Belanda sebagai pengangkut dan penyebar rempah-rempah di wilayah Eropa terhenti. Karena kehilangan mata pencaharian tersebut, bangsa Belanda memutuskan untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung dari kepulauan Nusantara. Pada 1595 armada bangsa Belanda, yang terdiri dari empat kapal dagang, untuk pertama kalinya berlayar ke Hindia Timur dibawah pimpinan Cournelis de Houtman. Armada tersebut sampai di Banten pada 1596. Karena mengharapkan keuntungan yang berlimpah, permintaan Belanda kepada Banten atas sejumlah besar lada diluar kemampuannya untuk membayar menimbulkan ketegangan antara mereka. Kemudian Belanda meninggalkan pelabuhan Banten dengan menembaki kota Banten. Sikap kasar tersebut menyebar ke seluruh pelabuhan di pesisir utara Jawa, sehingga Belanda mengalami kesulitan untuk mengadakan hubungan dagang. Armada pertama tersebut hanya berlayar hingga Bali dan pada 1597 mereka berhasil kembali ke Belanda dengan membawa banyak rempah-rempah. Tahun berikutnya, 1598 armada kedua Belanda yang terdiri dari Jacob van Neck, Waerwijck, Heemskerck di Banten, tiba di banten dan diterima dengan baik oleh penguasa-penguasa di sana. Hal tersebut disebabkan situasi Banten yang baru saja mengalami kerugian akibat tindakan orang Portugis dan sikap bangsa Belanda yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan masyarakat Banten. Kedatangan bangsa Belanda di pelabuhan Tuban dan Maluku juga mendapat sambutan yang baik daripara penguasa setempat. Hampir setiap pulau di Kepulauan Maluku mereka singgahi, bahkan mereka juga menempatkan orang-orangnya untuk menampung hasil panen rempah-rempah. Kedatangan Belanda di Ternate juga diterima dengan  baik karena pada saat itu Sultan Ternate sedang memusuhi Portugis dan Spanyol. Dengan cara seperti itu, armada Belanda berhasil kembali ke negerinya dengan kapal-kapal yang sarat muatan rempah-rempah dan keuntungan yang besar. Pada Maret 1602, setelah perundingan yang alot antara Staten General (Dewan Perwakilan) dengan perseroan-perseroan di negeri Belanda (Holland dan Zeeland) dibentuk Vereenidge Oost Indische Compagnie (VOC) berdasarkan suatu oktroi parlemen yang memberi hak eksklusif kepada perseroan untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di kawasan antara Tanjung Harapan dan Kepulauan Salomon. Dalam menjalankan misi dagangnya, VOC mempunyai hak khusus (oktroi) dalam memperoleh wilayah di Timur, mengadakan perdamaian, perjanjianperjanjian, menyatakan perang, memiliki kapal perang, mempunyai tentara dan memiliki benteng pertahanan sendiri.
Tujuan utama dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 – Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi perdagangan di Asia. Untuk sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih menjalin hubungan baik bersama masyarakat Nusantara. Pada tahun-tahun setelah J.P. Coen menjadi Gubernur Jenderal VOC, arah politik bangsa Belanda semakin jelas bukan hanya terfokus pada perdagangan saja tetapi juga melaksanakan monopoli perdagangan serta politik kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di Nusantara. Lima tahun sebelum menjadi Gubernur Jenderal (1614) JP Coen berpendapat bahwa perdagangan di Asia harus dilaksanakan dan dipertahankan dengan perlindungan serta bantuan senjata yang diperoleh dari keuntungan perdaganga. Menurut Coen perdagangan tidak dapat dipertahankan tanpa perang, seperti juga perang tidak dapat dipertahankan tanpa perdagangan. Akhirnya pada Maret 1619 VOC dibawah pimpinan Gubernur Jenderal J.P. Coen merebut Jayakarta dari tangan Pangeran Wijayakrama dan mengukuhkan kedudukannya setelah membumi hanguskan kota dengan membangun kota Batavia di atas puing-puing reruntuhan Jayakarta. Setelah berhasil menguasai Batavia, J.P. Coen memindahkan kantor pusat dagang VOC dari Ambon ke Batavia, sejak saat itu Batavia menjadi markas besar perdagangan VOC. Hal itu merupakan langkah paling penting yang ditempuh oleh bangsa Belanda, mengingat dari Batavia VOC mampu membangun pusat militer dan administrasi di tempat yang relatif aman bagi pergudangan dan pertukaran barang serta mudah mencapai jalur-jalur perdagangan daerah timur Nusantara, Timur Jauh dan Eropa. Pada Desember 1650, VOC tercatat mempunyai 74 kapal dagang di seluruh wilayah Asia. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan jumlah armada para pesaingnya, Inggris, Portugis dan Spanyol. Kapalkapal dagang VOC dipersenjatai relatif lebih lengkap daripada kapal milik bangsa lain. Oleh karena itu kapal-kapal Belanda lebih memungkinkan untuk melakukan berbagai manuver dengan lebih hebat. Mulai abad ke–15 dapat dikatakan bahwa hampir semua transaksi perdagangan di Jawa menggunakan mata uang cash milik Cina. Barangkali armada besar Ming dibawah Cheng Ho itulah yang membuat mata uang Cina begitu terkenal di bandar-bandar kepulauan yang lain seperti Malaka dan Pasai pada awal abad ke-15. Kemudian penghapusan larangan Kaisar atas perdagangan Cina ke Selatan pada tahun 1567 tampaknya mengakibatkan arus masuk secara besar-besaran mata uang tembaga Cina. Akibatnya banyaknya uang yang beredar membuat khawatir Pejabat Cina, sehingga pada 1590 di Guangdong dan Fujian dibuat mata uang tembaga baru campuran dengan timah yang murah untuk selanjutnya di edarkan. Pada 1596, armada pertama Belanda, picis bermutu rendah ini beredar jauh ke pedalaman Jawa. Karena bermutu rendah, Mata uang picis dari timah campuran tersebut mutunya dapat dipalsukan dengan mudah. Pada 1633, ketika Belanda (VOC) mulai merasa bahwa uang picis dapat diperoleh dari orang Cina di Batavia, mereka menjadi mengetahui bahwa sudah ada industri pembuatan picis Cina di Jawa, khususnya di Banten, Cirebon dan Jepara. Belanda mengambil keuntungan dari kegiatan tersebut dengan memberikan timah atas dasar monopoli kepada orang Cina terkemuka di daerah pendudukan Belanda. Usaha ambil untung VOC tersebut, terhenti ketika Inggris berhasil memberikan timah dengan harga yang lebih murah. Setelah itu VOC beralih ke mata uang tembaga sebagai sarana dasarnya untuk memasuki perekonomian di Asia. Untuk menandingi uang kepeng Cina pada 1727 (atau rentang waktu 1728–1751) VOC mengedarkan pecahan logam Duit sebagai alat pembayaran sah menggantikan picis/cash. Namun demikian menurut beberapa catatan periode penggunaan mata uang picis yang mereka sponsori sangatlah penting guna membangun Batavia sebagai bandar yang menarik bagi pelaut Nusantara yang berkeinginan untuk memegang picis dan barang dagangan dari Cina. Selain itu kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 turut memperbanyak jenis mata uang yang beredar di wilayah kepulauan Nusantara. Hal tersebut menyebabkan peranan mata uang lokal semakin terdesak karena beredar tanpa tatanan dan kontrol yang jelas dan teratur. Salah satu mata uang barat yang paling digemari secara luas adalah Real Spanyol (Spaanse Matten). Pada abad ke-17 tidak ada mata uang lokal yang dapat bersaing dengan mata uang Real Spanyol sebagai uang internasional. Uang itu segera menjadi uang dan satuan hitungan untuk transaksi internasional. Dalam sepucuk surat dari Gubernur Jenderal dan Dewan VOC di Batavia kepada negeri Belanda tertanggal 12 Pebruari 1685, mereka minta dikirimi senilai 350.000 sampai 400.000 Gulden uang yang tersedia, lebih disukai dalam bentuk real delapan Meksiko/Real Spanyol, karena orang-orang Jawa, Sumatera dan pulau-pulau sekitarnya lebih menyukai mata uang tersebut karena sudah selama bertahun-tahun terbiasa menggunakannya. VOC yang berupaya memonopoli perdagangan di Kepulauan Nusantara meminta ijin Raja Belanda untuk mencetak mata uang real baru dengan ukuran, berat serta kadar yang sama untuk menandingi popularitas Real Spanyol. Sekitar awal abad ke-18 mata uang Real Spanyol mulai langka, oleh karena itu kedudukannya mulai tergeser. Keadaan itu digunakan VOC untuk menjadikan mata uang Belanda (logam perak) Rijksdaalder sebagai alat pembayaran yang standar di wilayah Nusantara. Sesungguhnya VOC di Batavia tidak mempunyai mata uang sendiri, membuat uang merupakan hak kedaulatan VOC yang pelaksanaannya secara ketat berada dalam pengawasan Staten Generaal. Ketika dalam tahun 1644 –1645 dibuat sejumlah mata uang darurat dari bahan tembaga dan perak, Heeren XVII langsung memerintahkan penarikannya dengan sangat. Dengan pengecualian ini, dan selain medali-medali, VOC tidak membuat uang di Hindia Timur sampai 1744, ketika akhirnya didirikan sebuah percetakan uang di Batavia. Akibatnya terjadi kekacauan yang besar dalam peredaran uang di seluruh lingkungan kegiatan VOC. Berbagai macam mata uang (termasuk Real Spanyol ) yang tiada terbilang jumlahnya dicetak dalam nilai masingmasing. Hingga sering terjadi perbedaan pendapat antara Heeren XVII dan Gubernur Jenderal dengan Dewannya di Batavia mengenai penilaian yang berbeda-beda yang ditetapkan oleh suatu badan. Pada akhir abad ke-18,VOC telah mengalami kemunduran, beberapa monopolinya di daerah telah tumbang. Pemerintah Belanda kemudian memulai penyeledikannya terhadap kondisi VOC dan mengungkap kebangkrutan, skandal dan salah urus dalam segala bidang. Pada Desember 1794–Januari 1795 Perancis menyerbu negeri
Belanda dan berhasil membentuk pemerintahan boneka Perancis. Berikutnya pada 1 Januari 1800 VOC dibubarkan, kemudian menyusul pembubaran dewan majelis (Heeren XVII) VOC di Amsterdam. Maka seluruh wilayah kekuasaan VOC beralih menjadi wilayah kekuasaan pemerintah Belanda. Pada 1807 Herman William Daendels dikirim ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jenderal di Hindia Timur dengan mengemban tugas reorganisasi pemerintahan, memperbaiki ekonomi dan mempertahankan Jawa dari serangan Inggris. Daendels mengalami kesulitan akibat kas pemerintah yang ditinggalkan VOC dalam keadaan kritis. Ia berusaha meminjam uang sebesar 736.000 Rijksdaalder untuk memperbaiki kondisi ekonomi di wilayah Hindia Timur, tetapi usaha tersebut tidak berhasil karena hanya menambah semakin banyaknya mata uang Rijksdaalder yang beredar, sementara kas pemerintah yang seharusnya ikut menjamin nilai mata uang itu justru kosong. Daendels dianggap kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya, hingga akhirnya ia diganti oleh Janssen yang kemudian menyerahkan Hindia Timur kepada Inggris. Setelah itu pada 1811 Ratu Inggris mengangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Hindia Timur. Pada periode Raffles, ia menarik mata uang Rijksdaalder sejumlah 8,5 juta (uang kertas) dari peredaran dan dianggap sebagai hutang pemerintah yang akan dijamin dengan perak. Kemudian mata uang Real Spanyol dihidupkan kembali sebagai standar mata uang perak. Pada 1813 mata uang tersebut diganti dengan mata uang Ropij Jawa yang dicetak di Surabaya. Namun Raffles tidak lama bertahan di Hindia Timur (1811–1815), karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon), Inggris, dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Hal itu menyebabkan upaya Raffles belum sempat memperlihatkan hasilnya ketika kekuasaannya telah berakhir. Sejak peralihan kekuasaan tersebut, Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes dan van der Capellen. Diantara periode tersebut tepatnya pada 1817 pemerintah menerbitkan mata uang baru sebagai ganti Ropij Jawa, yaitu Gulden Hindia Belanda dengan simbol “f” berarti florin atau gulden. Pada periode itu pemerintah merasakan beratnya beban kegiatan perekonomian Hindia Belanda tanpa adanya fasilitas perbankan yang memadai. Dalam hubungan ekspor-impor antara Hindia Belanda dan Belanda dibutuhkan emas dan perak guna menutupi nilai defisit dalam Neraca perdagangan. Pemerintah Hindia Belanda harus selalu mendatangkan emas-perak dari Belanda untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Dan hal itu hanya bisa dilakukan dengan mudah melalui fasilitas perbankan. Komisaris Jenderal Leonard Pierre Joseph Burgraaf Du Bus de Gisignies dalam Kolonisatie Rapport-nya mengatakan bahwa nilai ekspor Jawa sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah koloni Belanda yang lain. Karena itu nilai ekspor Jawa tidak dapat mengimbangi nilai impornya, terlebih lagi tingkat pendapatan rakyat yang sangat rendah tidak dapat membayar barang-barang impor secara tunai. Untuk itu Du Bus menempuh dua kebijakan yaitu menggantikan sistem pemilikan komunal menjadi individual guna mendorong rakyat untuk bekerja mencari uang dan mempergunakan lebih banyak modal daripada manusia dengan konsekwensi mengundang modal asing dari Eropa Barat. Kebijakan “lebih banyak modal daripada manusia” Du Bus tersebut akhirnya melahirkan gagasan ekonomi liberal yaitu “kolonisasi Hindia Belanda dengan modal”. Akibat dari kebijakan tersebut akhirnya menimbulkan kebutuhan akan akan hadirnya lembaga perbankan modern di Hindia Belanda.
XIII.Kesultanan Pajang
Kesultanan Pajang adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Kompleks keraton, yang sekarang tinggal batas-batas fondasinya saja, berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
Sesungguhnya nama negeri Pajang sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, ada seorang adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Nama aslinya adalah Dyah Nertaja, yang merupakan ibu dari Wikramawardhana, raja Majapahit selanjutnya.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara putri Sultan Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris takhta Kesultanan Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Mataram kelanjutan Demak-Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL : India,Yunani,Romawi,Portugis,Arab, dan Tiongkok.
Mataram kelanjutan Demak-Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
XIV.Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), (dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Mataram kelanjutan Pajang-Demak-Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL : India,Yunani,Romawi,Portugis,Arab,Spanyol,Inggris,Belanda,dan Tiongkok.
Mataram kelanjutan Pajang-Demak-Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
XV.Kasunanan Kartasura
Kasunanan Kartasura adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun 1680 dan berakhir tahun 1742, sebagai kelanjutan dari Kesultanan Mataram. Riwayat kerajaan yang usianya relatif singkat ini cenderung diwarnai oleh perang saudara memperebutkan takhta.
Lokasi pusat Kasunanan Kartasura saat ini diperkirakan terdapat di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Istana lama Mataram saat itu telah dikuasai oleh Pangeran Puger, putra Amangkurat I lainnya, yang ditugasi sang ayah untuk merebutnya dari tangan Trunajaya. Amangkurat II terpaksa membangun istana baru di Hutan Wanakarta, yang diberi nama Kartasura. Ia mulai pindah ke istana tersebut pada bulan September 1680.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959). ), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Kartasura kelanjutan Mataram-Pajang-Demak-Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL : India,Yunani,Romawi,Portugis,Arab,Spanyol,Inggris,Belanda,dan Tiongkok.
Kartasura kelanjutan Mataram-Pajang-Demak-Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
De Bank Van Leening dan De Bankcourant en Bank van Leening
Hadirnya lembaga perbankan di Hindia Belanda sesungguhnya telah dimulai sejak masa VOC, yaitu pada perode 1743-1750. Pada saat itu, VOC dipimpin oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff yang menjadikan kondisi perdagangan di Eropa sebagai acuan dalam menjalankan pemerintahan di Hindia Timur, meskipun sebenarnya sebagian besar keadaannya jauh berbeda. Akibatnya, lahir banyak peraturan yang melampui jamannya sehingga gagal dalam pelaksanaannya. Pada Agustus 1746, dibentuk suatu dewan perdagangan untuk menangani berbagai hal, seperti penyelesaian kesepakatan dalam perdagangan pihak swasta yang perlu segera ditangani. Dalam dewan ini, duduk tujuh orang yang diserahi tugas sebagai penguasa Bank van Leening yang didirikan pada 20 Agustus 1746. Sebagaimana umumnya bank pada masa itu, jenis kegiatan Bank van Leening tidak lebih dari suatu rumah pegadaian yang memberikan pinjaman dengan jaminan barang-barang berupa emas, perak, batu permata, barang-barang perdagangan, kain-kain, perkakas rumah tangga berukuran dan bernilai sedang serta benda-benda
serupa lainnya. Modal bank ini terdiri atas 300 lembar saham masing-masing bernilai1000 Ringgit. 200 lembar diantaranya dimiliki Pemerintah dan sisanya oleh pihak lain, sehingga pada 1 Desember 1746 bank ini sudah dapat beroperasi meski dengan perlahan karena segala keterbatasannya dalam urusan perdagangan. Dalam perkembangannya Bank van Leening mengalami kesulitan dalam mengembangkan modalnya. Hal itu dikarenakan adanya persaingan tidak sehat dengan para pejabat VOC yang menyalahgunakan kekayaannya dengan pungutan bunga yang tinggi. Praktek ini menyebabkan jasa bank yang ditawarkan kurang diminati sehingga pengembangan modal menjadi tersendat-sendat ditambah lagi bank harus menyerahkan sebagian modalnya dalam bentuk deposito kepada Pemerintah VOC. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, Pemerintah berdasarkan pasal 1 dari peraturan Bank van Leening ini akan meningkatkan status bank menjadi bank wesel. Maka berdasarkan konsep yang disepakati dalam rapat dewan 2 Juni 1752 direncanakan untuk mendirikan suatu lembaga baru yaitu Bank Courant. Bank Courant ini didirikan pada 1 September 1752 yang selanjutnya berdasarkan kesepakatan 5 September 1752 digabungkan dengan Bank van Leening sehingga menjadi De Bankcourant en Bank van Leening. Dengan adanya bank tersebut para pejabat VOC mempunyai kesempatan untuk menanamkan kekayaan dengan memperoleh bunga dan mempermudah penatausahaan modalnya. Sementara itu, sedikit-banyak bank telah mempunyai andil dalam mengembangkan dunia perdagangan, karena sertifikat deposito atau kertas bank segera beredar dengan cepat sebagai uang kertas bank yang banyak diminati karena dapat diuangkan sewaktu-waktu. Karena fungsi tersebut, De Bankcourant en Bank van Leening dapat dikatakan sebagai pendahulu dari De Javasche Bank pada abad berikutnya. Namun sebagaimana pendahulunya (Bank van Leening), De Bankcourant en Bank van Leening juga mengalami kesulitan yang lebih berat. Tapi pihak Pemerintah VOC tidak mempunyai itikad baik untuk menangani bank meski mengetahui sebabnya. Akhirnya pada 1790 terungkap adanya kekurangan uang dalam kas bank sebesar 63.000 Ringgit, sehingga Pemerintah VOC menilai bahwa hal itu tidak dapat dibiarkan. Maka, melalui keputusan 5 April 1794 bank dinyatakan ditutup. Pihak VOC mengambil alih dan mengumumkan bahwa kertas bank akan ditukar dalam waktu dua bulan. Mulai saat itu Bankcourant en Bank van Leening hanya tinggal nama, meski dibawah pimpinan Gubernur Jenderal Herman William Daendels (1808 – 1811) pada 14 Juni 1809 bank dinyatakan hidup kembali. Semasa pemerintahan “antara” Inggris pada periode 1811 – 1816 bank diberi wewenang untuk mengedarkan uang, tapi mengalami kegagalan total yang berakhir dengan tidak adanya uang tunai untuk memenuhi kewajiban-kewajiban bank dan meminta para krediturnya untuk menerima pembayaran berupa kopi, beras dan sebagainya. Berdasarkan pasal 7 dari konvensi tambahan dengan Inggris tertanggal 24 Juni 1817 bank diambil alih oleh Pemerintah Belanda. Kemudian melalui pengumuman 27 Januari 1818 kesempatan penukaran uang kertas bank diberikan sampai 18 Juni 1818 dan setelahnya akan dinyatakan tidak mempunyai nilai lagi.
Dengan demikian bank dinyatakan ditutup.
Sejarah Perkembangan Bank Sentral di Nusantara
Kapal niaga-kapal niaga,
Diterjang ombak sampai malaka,
Jika tuan hendak membaca,
Lupalah jangan sejarah Bank Indonesia,
Mari kita ikuti sejarah perkembangan Bank Sentral di Nusantara…
Sebelum kedatangan bangsa barat, Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur darat atau lebih dikenal dengan “Jalur Sutra” dan jalur laut. Melalui jalur perniagaan yang kedua itulah komoditi ekspor dari wilayah Nusantara yang antara lain berupa: rempah-rempah, kayu wangi, kapur barus dan kemenyan, sampai di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium). Pada masa sebelum kedatangan bangsa barat, ada dua kerajaan utama di Nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan Internasional, yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada mata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana sebagai alat pembayaran. Sementara itu pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Nusantara. Penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris dan Perancis sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453). Pada abad ke-16 dan 17 berbagai perkembangan telah terjadi di Eropa, antara lain munculnya paham merkantilisme, yaitu suatu sistem ekonomi yang memusatkan wewenang pengaturan ekonomi di tangan pemerintah. Dengan merkantilisme mereka menghimpun dana untuk mendorong kegiatan penjelajahan. Selanjutnya pada akhir abad ke-18 Revolusi Industri telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia, juga Amerika. Pesatnya perdagangan di Eropa memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of England (1773), Riskbank(1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi Bank Sentral. Ramainya perdagangan di Asia pada abad ke-15 telah menjadi daya tarik yang mengantarkan kehadiran ekspedisi perdagangan bangsa-bangsa Eropa di Nusantara. Terlebih lagi setelah tumbuhnya berbagai kota pelabuhan emporium di sepanjang jalur perniagaan laut, diantaranya adalah Malaka. Kedatangan bangsa Barat turut memperbanyak jenis mata uang yang beredar di wilayah Asia Tenggara. Hal tersebut menyebabkan peranan mata uang lokal semakin terdesak karena beredar tanpa aturan dan kontrol yang jelas. Uang kepeng Cina, Cassie, mendominasi Jawa dan Real Spanyol muncul sebagai mata uang barat yang paling digemari secara luas. Pada 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka dan terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Disana mereka menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui Filipina. Kemudian bangsa Belanda dengan diperkuat armada tentaranya juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu perusahaan induk penghimpun perusahan-perusahaan dagang Belanda, mereka mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan mempermudah aktifitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di Nusantara. Pada akhir abad ke- 18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di Nusantara diambil alih oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan Herman William Daendels dan Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris.
Maka tibalah masa pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles. Pada periode Raffles, mata uang Rijksdaalder ditarik dari peredaran dan diganti dengan mata uang Real Spanyol yang selanjutnya pada 1813 diganti dengan mata uang Ropij Jawa. Raffles tidak lama bertahan di Hindia Timur (1811 – 1815), karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon), Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815 – 1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes dan van der Capellen.
XVI.Kasunanan Surakarta
Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1745 sebagai kelanjutan dari Kasunanan Kartasura.
Kesunanan Surakarta merupakan kelanjutan Kasunanan Kartasura, yang pada gilirannya adalah kelanjutan Kesultanan Mataram yang runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677. Kasunanan Kartasura sendiri runtuh akibat pemberontakan orang-orang Cina yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC tahun 1742.
Saat itu yang menjadi raja ialah Pakubuwana II. Kota Kartasura berhasil direbut kembali oleh Cakraningrat IV sekutu VOC namun keadaannya sudah rusak parah. Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo memutuskan untuk membangun istana baru di desa Sala, bernama Surakarta Hadiningrat.
MATA PERDAGANGANNYA , bidang ekspor : kopi,lada, kapas, madu, rotan, serta kayu cendana (garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak dan tembaga (Wheatley, 1959).), dan hasil-hasil bumi, bidang impornya : emas,perak,tembaga,sutra,porselen,permata,mutiara, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Kasunanan Surakarta kelanjutan Kartasura- Mataram-Pajang-Demak-Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
HUBUNGAN INTERNASIONAL : India,Yunani,Romawi,Portugis,Arab,Spanyol,Inggris,Belanda,dan Tiongkok.
Kasunanan Surakarta kelanjutan Kartasura- Mataram-Pajang-Demak-Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.
Sejarah Perkembangan Bank Sentral di Nusantara
Sebelum kedatangan bangsa barat, Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur darat atau lebih dikenal dengan “Jalur Sutra” dan jalur laut. Melalui jalur perniagaan yang kedua itulah komoditi ekspor dari wilayah Nusantara yang antara lain berupa: rempah-rempah, kayu wangi, kapur barus dan kemenyan, sampai di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium).
Pada masa sebelum kedatangan bangsa barat, ada dua kerajaan utama di Nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan Internasional, yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada mata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah mengenal mata uang dalam bentuk sederhana sebagai alat pembayaran. Sementara itu pada abad ke-15 bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di berbagai belahan dunia, termasuk Asia dan Nusantara. Penjelajahan tersebut dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian diikuti oleh Belanda, Inggris dan Perancis sejak jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453). Pada abad ke-16 dan 17 berbagai perkembangan telah terjadi di Eropa, antara lain munculnya paham merkantilisme, yaitu suatu sistem ekonomi yang memusatkan wewenang pengaturan ekonomi di tangan pemerintah. Dengan merkantilisme mereka menghimpun dana untuk mendorong kegiatan penjelajahan. Selanjutnya pada akhir abad ke-18 Revolusi Industri telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke wilayah Asia, juga Amerika. Pesatnya perdagangan di Eropa memicu tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of England (1773), Riskbank(1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi Bank Sentral. Ramainya perdagangan di Asia pada abad ke-15 telah menjadi daya tarik yang mengantarkan kehadiran ekspedisi perdagangan bangsa-bangsa Eropa di Nusantara. Terlebih lagi setelah tumbuhnya berbagai kota pelabuhan emporium di sepanjang jalur perniagaan laut, diantaranya adalah Malaka. Kedatangan bangsa Barat turut memperbanyak jenis mata uang yang beredar di wilayah Asia Tenggara. Hal tersebut menyebabkan peranan mata uang lokal semakin terdesak karena beredar tanpa aturan dan kontrol yang jelas. Uang kepeng Cina, Cassie, mendominasi Jawa dan Real Spanyol muncul sebagai mata uang barat yang paling digemari secara luas. Pada 1511 Portugis berhasil menguasai Malaka dan terus bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Disana mereka menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui Filipina. Kemudian bangsa Belanda dengan diperkuat armada tentaranya juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu perusahaan induk penghimpun perusahan-perusahaan dagang Belanda, mereka mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan mempermudah aktifitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di Nusantara. Pada akhir abad ke- 18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di Nusantara diambil alih oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan Herman William Daendels dan Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Maka tibalah masa pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles. Pada periode Raffles, mata uang Rijksdaalder ditarik dari peredaran dan diganti dengan mata uang Real Spanyol yang selanjutnya pada 1813 diganti dengan mata uang Ropij Jawa. Raffles tidak lama bertahan di Hindia Timur (1811 – 1815), karena setelah usainya perang melawan Perancis (Napoleon), Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah oleh Komisaris Jenderal (1815 – 1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes dan van der Capellen.


SETELAH PERANG JAWA, BELANDA MENGALAMI DEVISIT KEUANGAN SEHINGGA MEMBERLAKUKAN OKTROI PADA DJB (DE JAVAASCHE BANK)

DJB berdasarkan Oktroi I – VIII (1828 – 1922)
Gagasan pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C. T. Elout ke Hindia Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9 Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu, atau lazim disebut Oktroi. Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris Jenderal Hindia Belanda Leonard Pierre Joseph Burggraaf Du Bus de Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang Oktroi dan Ketentuan-Ketentuan mengenai DJB. Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan Akte Pendirian De Javasche Bank. Pada saat yang sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai Sekretaris DJB. Maka terbentuklah De Javasche Bank. Oktroi merupakan ketentuan dan pedoman b agi DJB dalam menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1838. Pada 11 Maret 1828 DJB mencetak uang kertas pertamakali senilai ƒ 1. 120.000,- dengan pecahan ƒ 1000, ƒ 500, ƒ 300, ƒ 200, ƒ100, ƒ 50, ƒ 25. Sedangkan untuk mengeluarkan nilai yang lebih kecil, Direksi bank diwajibkan mengajukan permohonan pada Gubernur Jenderal yang kemudian akan dilanjutkan ke Negeri Belanda. Pada tahun kedua, DJB mulai membuka kantor cabang diluar Batavia, yaitu Semarang dan Surabaya. Selanjutnya dalam periode Oktroi keempat didirikan lima kantor cabang di Jawa maupun luar Jawa yaitu Padang, Makasar, Cirebon, Solo dan Pasuruan. Kemudian disusul dengan pembukaan Kantor Cabang Yogyakarta menjelang berakhirnya Oktroi kelima. Pada periode Oktroi keenam, DJB yang telah berusia 52 tahun melakukan pembaharuan dasar pendiriannya dengan Akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Dalam akte baru tersebut, DJB mengubah statusnya menjadi Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan perubahan Akte tersebut, NV.DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Selama berlakunya oktroi keenam, tidak ada penambahan Kantor Cabang baru. Tetapi justru terjadi penutupan Kantor Cabang Pasuruan pada 31 Maret 1890 karena selalu menderita kerugian hingga sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oktroi kedelapan adalah Oktroi DJB terakhir hingga berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode Oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedepalan berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan 31 Maret 1922.
Periode De Javasche Bankwet 1922 (1922 – 1942)
Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche Bankwet 1922. Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU tanggal 30 April 1927 serta UU 13 Nopember 1930. Pada dasarnya De Javasche Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh Gubernur Jenderal atau pihak Direksi. Jumlah modal disetor mengalami perubahan, kerena diperbesar menjadi ƒ 9.000.000,- dan harus dipenuhi dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah Direksi yang terdiri dari seorang Presiden dan sekurangkurangnya dua Direktur, satu diantaranya adalah Sekretaris. Selain itu terdapat jabatan Presiden Pengganti I, Presiden Pengganti II, Direktur Pengganti I dan Direktur Pengganti II. Penetapan jumlah Direktur ditentukan oleh rapat bersama antara Direksi dan Dewan Komisaris.
Sedangkan Dewan Komisaris terdiri dari 5 orang yang merupakan pemegang saham dengan hak suara (memiliki 4 saham) dan harus seorang Belanda. Dewan berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap Direksi, meneliti kebenaran rekening tahunan berikut pembukuannya sekaligus memberikan persetujuan. Adapun pembagian tugas dalam DJB pada periode ini terdiri dari tujuh bagian, diantaranya Bagian Ekonomi Statistik, Sekretaris, Bagian Wesel, Bagian Produksi dan Bagian Efek-Efek. Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 Kantor Cabang, antara lain : Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makasar dan Manado. Serta kantor perwakilan di Amsterdam dan New York.
DJB berdasarkan Oktroi 1 s.d. 8
Kapan bank sirkulasi pertama dibentuk di Hindia Belanda? Bagaimana proses pembentukannya? Apa dan siapa yang mewujudkannya? Semua akan terjawab dalam artikel ini. Selain itu, akan dikisahkan pula bagaimana De Javasche Bank, sebagai pendahulu Bank Indonesia, untuk pertama kalinya menjalankan kegiatan perbankan di Hindia Belanda. Lalu, bagaimana perkembangan De Javasche Bank hingga periode okrroi kedelapan?
Mari kita simak kisah berikut ini.
Latar Belakang Pembentukan
Adanya kesulitan keuangan di Hindia Belanda memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran di Hindia Belanda. Hal itu di Kerajaan Belanda menimbulkan munculnya gagasan pendirian bank sirkulasi untuk Hindia Belanda. Tepatnya menjelang keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C. T. Elout ke Hindia Belanda, pada saat upacara penyerahan kembali Hindia Belanda dari Inggris pada 1816. Demikian halnya di Batavia, Hindia Belanda, muncul desakan kuat dari kalangan pengusaha agar segera didirikan lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Terutama untuk fasilitas pendanaan dan perdagangan luar negeri. Sebagai tindak lanjut dari gagasan 1816, pada 29 Desember 1826 Raja Willem I mengirimkan Surat Kuasa No. 85 kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda untuk segera merundingkan dengan Pemerintah Hindia Belanda tentang pembentukan suatu bank di Jawa berdasarkan Oktroi, yaitu pemberian wewenang dan hak tunggal dari Pemerintah dengan jangka waktu. Surat kuasa Raja Willem tersebut berdasarkan laporan rahasia Menteri Kelautan dan Tanah Jajahan yang diberi tugas olehnya untuk mengajukan konsep suatu Oktroi dan ketentuan-ketentuan bagi suatu bank yang akan didirikan di Jawa. Maka dalam surat kuasa tersebut Raja Willem menguasakan kepada Menteri Kelautan dan Tanah Jajahan untuk menyampaikan Surat Kuasa tersebut kepada Komisaris Jenderal serta mengikut-sertakan Nederlandsche Handelmaatschappij (NHM) dalam pendirian De Javasche Bank (DJB).
Oktroi I : 1828 - 1838
Dalam Surat Keputusan Komisaris Jenderal No. 28 11 Desember 1827 ditetapkan Oktroi khusus bagi DJB sebagai ketentuan dan pedoman dalam menjalankan usahanya. Oktroi pertama berlaku selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang sampai dengan 31 Maret 1838. Sesuai dengan ketentuan Oktroi pertama, modal dasar DJB ditentukan sebesar ƒ 4.000.000,- terbagi dalam 8000 lembar saham @ ƒ 500,- yang harus dipenuhi dalam bentuk emas dan perak. Modal disetor untuk tahap pertama sebesar ƒ 2.000.000,- (50%) dan apabila modal disetor telah mencapai ƒ 1.000.000,- (25%) bank dapat dinyatakan berdiri dan memulai usahanya. Pada tahap awal penjualan ini saham terjual sebesar ƒ 1.021.500,- Berikutnya setelah penjualan tahap pertama terpenuhi, akan dibuka penjualan saham untuk tahap kedua dan ketiga dengan jumlah saham masing-masing satu juta Gulden. Dengan modal pertama tersebut (ƒ 1.021.500,-) dalam bentuk mata uang emas dan perak, maka sesuai dengan pasal 32 Oktroi pertama, pada 11 Maret 1828 DJB mencetak uang kertas pertamakali senilai ƒ 1. 120.000,- dengan pecahan ƒ 1000, ƒ 500, ƒ 300, ƒ 200, ƒ 100, ƒ 50, ƒ 25. Sedangkan untuk mengeluarkan nilai yang lebih kecil, Direksi bank diwajibkan mengajukan permohonan pada Gubernur Jenderal yang kemudian akan dilanjutkan ke Negeri Belanda.
Dari Oktroi I hingga VIII, jenis pembayaran yang sah yang diatur oleh oktroi hanya uang kertas saja. Tapi menjelang akhir Oktroi I, ketika DJB menghadapi kesulitan mempertahankan rasio cadangan emas dan perak terhadap uang yang beredar, DJB terpaksa menolak penukaran uang kertas bank ke emas dan perak. Sebagai gantinya diedarkan uang tembaga pecahan ƒ 1 sampai ƒ 1000. Jenis ini dapat ditukarkan di kas negara dengan nilai tukar 1 Gulden = 100 duit. Sebagai bank sirkulasi, selain mencetak dan mengedarkan uang DJB juga menyelenggarakan beberapa transaksi berikut.
1. Pemberian kredit dengan bunga 0,75% perbulan dan apabila dengan jaminan uang asing, uang emas dan perak bunganya 0,50% dan 0,65%.
2. Pengambil-alihan surat wesel/aksep yang dikeluarkan Kantor Lelang Negara di Pulau Jawa, penggadaian surat berharga, benda berharga dan barang dagangan serta penukaran uang.
3. Untuk menghimpun dana dari masyarakat, DJB juga menerima simpanan rekening koran dan deposito, memberikan jasa inkaso atas surat-surat berharga dan menerima titipan penyimpanan mata uang asing. Pada tahun kedua, DJB mulai membuka kantor cabang diluar Batavia, yaitu Semarang dan Surabaya. Gagasan pendirian kantor cabang telah muncul pada RUPS pertama 25 Maret 1828 dan dimasukkan dalam Peraturan Rumah Tangga Sementara pasal 45. Tindak lanjut dari gagasan itu adalah pembentukan komisi peneliti yaitu Komisi Semarang dan Komisi Surabaya yang bertugas melakukan penelitian sebagai bahan pertimbangan Direksi untuk mendirikan kedua kantor cabang tersebut. Kantor Cabang DJB Semarang dibuka pada 1 Maret 1829 sebagai cabang pertama di Jawa. Peresmian cabang tersebut ditandai dengan setoran pertama dari nasabah J Mac Niell sejumlah ƒ 53.000,- sebagai pimpinan cabang pertama ditunjuk P.W.C. Hipp seorang pengusaha di Semarang. Sedangkan Komisaris terdiri dari J. Mac Niell, T.  Schuurman dan J. Bremer. Kantor Cabang Surabaya dibuka pada 14 September 1829 sebagai cabang kedua di Jawa. Sebagai pemimpin cabang pertama adalah F.H Preyer dan Dewan Komisaris terdiri dari A.H. Buchler, J.E. Bancks dan J.D.A Loth.
Oktroi II : 1838 – 1848
Berdasarkan perkembangan usaha bank dan kepatuhan terhadap ketentuanketentuan dalam Oktroi I, melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 1 tanggal 17 Juli 1837, De Javasche Bank diberikan pembaharuan oktroi untuk jangka waktu 10 tahun yang berlaku sejak 1 April 1838 sampai dengan 31 Maret 1848. Surat Keputusan tersebut didasarkan kuasa yang diberikan oleh Pemerintah Tertinggi di Negeri Belanda dan disampaikan oleh Menteri Negara Jajahan No.51/D tanggal 28 Februari 1837. Dalam oktroi kedua, modal disetor yang telah terjual ƒ 1.021.500 dilakukan pendaftaran lagi sehingga mencapai ƒ 2.000.000.Sedangkan jenis pecahan yang diedarkan tidak mengalami perubahan. Akibat penarikan mata uang logam perak dari peredaran, pada 1843 Pemerintah kekurangan uang logam sebagai salah satu alat pembayaran di Hindia Belanda. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Negara Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 4 Februari 1846 diumumkan bahwa sampai adanya penarikan uang logam pecahan 120 duit, 600 duit, 1.200 duit, 3.000 duit, 12.000 duit dan 60.000 duit Pemerintah akan mengeluarkan Recepis pecahan ƒ 1, ƒ 5, ƒ10, ƒ25, ƒ100 dan ƒ500. Recepis merupakan tanda terima sementara atas penyetoran/pinjaman uang. Recepis selanjutnya bisa ditukar dengan saham atau obligasi atau dokumen berharga lainnya.
Selanjutnya oktroi kedua mengatur pemegang buku dan kasir dalam hal menyangkut bank dapat menggantikan fungsi notaris setelah mereka sebelumnya menempuhkan ujian. Sebelumnya aturan ini tidak terdapat dalam oktroi pertama. Dalam oktroi kedua, DJB dipimpin C.J. Smulders sebagai Presiden dan H. Roos JR sebagai Sekretaris. Periode ini tidak membuka kantor cabang baru, meski dalam pasal 7 oktroi dinyatakan DJB mempunyai kantor cabang tetap di Semarang dan Surabaya, perluasan hanya dapat dilakukan di pulau Jawa.
Oktroi III : 1848 – 1858
Melalui surat Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 5 tanggal 3 Maret 1848, oktroi kedua diperpanjang 10 tahun yang berlaku mulai 1 April 1848 sampai dengan 31 Maret 1858. Pada oktroi ketiga, bentuk hukum, modal dan tempat kedudukan DJB tidak mengalami perubahan. Kantor cabang masih tetap terbatas di Semarang dan Surabaya, tidak ada pembukaan kantor cabang baru. Jenis usaha DJB mengalami tambahan yaitu dalam penerbitan surat perintah membayar kepada Kantor Cabang dan sebaliknya serta menerima tugas-tugas dari Pemerintah. Dalam peredaran uang kertas tidak mengalami perubahan, hanya dalam pasal 27 ditetapkan bahwa uang kertas bank dapat ditukar dengan Recepis sebagaimana telah diumumkan pada oktroi kedua 4 Februari 1846. Selain itu pada 1 Mei 1854 diberlakukan UU Mata Uang Hindia Belanda yang menyatakan bahwa uang Belanda 1847 juga berlaku di Hindia Belanda. UU ini dimuat dalam Staatsblad No. 75 dan diumumkan pada de Javasche Courant No. 68 tanggal 26 Agustus 1854. Oktroi ketiga menetapkan jumlah maksimum uang yang diedarkan dari waktu ke waktu ditetapkan oleh Gubernur Jenderal dan diumumkam di De Javasche Courant untuk memberitahukan jumlah uang beredar wajib setiap bulan. Oktroi ketiga sebenarnya telah berakhir pada 31 Maret 1858 namun berdasarkan Surat Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 5 tanggal 28 Maret 1858, DJB diberikan oktroi sementara yang berlaku selama dua tahun mulai 1 April 1858 sampai dengan 31 Maret 1860 dengan beberapa perubahan, seperti.
1. Semua pecahan uang kertas-bank dapat ditukar dengan alat pembayaran yang sah dan kata recepis dalam oktroi ketiga dihapus.
2. Hak suara pemegang saham yang semula 4 saham satu suara berubah menjadi 2 saham satu suara, 5 saham dua suara, 9 saham tiga suara, 14 saham lima suara dan 20 saham enam suara.
Oktroi IV : 1860 – 1870
Pada periode ini, modal bank disetor yang semula senilai ƒ 2.000.000 selambatlambatnya dalam waktu setahun setelah berlakunya oktroi keempat ditingkatkan menjadi ƒ 4.000.000. Sebagian dari tambahan modal tersebut ditanamkan dalam bentuk pinjaman kepada Pemerintah Kerajaan Belanda, Pemerintah Hindia Belanda dan bentuk hipotik. Dalam pengedaran uang ditentukan.
1. Jenis pecahan uang kertas bank yang diedarkan bertambah satu pecahan lagi yaitu ƒ 10.
2. Dalam pasal 30 dinyatakan Bank tidak diperkenankan mengedarkan uang kertas bank kecuali 2/3 nya dijamin dengan alat pembayaran yang sah.
3. Perubahan lain adalah soal wewenang Direksi untuk mengedarkan uang melebihi batas tertinggi yang ditetapkan Gubernur Hindia Belanda, sepanjang dijamin dengan alat pembayaran yang sah.
4. Recepis yang pernah dikeluarkan pada 1846 ditarik kembali.
5. Jika Pemerintah memerlukan dana, disediakan gadai dengan tingkat bunga 4% setahun.

Penggantian Presiden DJB beberapa kali dilakukan dalam oktroi keempat.
MisalnyaE. Francis yang telah menjabat sejak 1851 pada 1863 diganti CFW Wiggers van Kerchem yang hanya menjabat selama satu periode (5 tahun) yaitu sampai 1868. Kemudian posisinya digantikan JWC Diepenheim yang hanya menjabat selama dua tahun, yaitu sampai 1870. Dalam pasal 5 dinyatakan bahwa selain Kantor Cabang Semarang dan Surabaya, bank dapat mempunyai kantor-kantor di wilayah Hindia Belanda. Untuk itu pada periode ini didirikan lima kantor cabang di Jawa maupun luar Jawa yaitu Padang, Makasar, Cirebon, Solo dan Pasuruan. Kantor cabang Padang merupakan kantor cabang ketiga dan yang pertama di luar Jawa. Didirikan pada 29 Agustus 1864 dengan A.W. Verkouteren sebagai Pemimpin Cabang pertama. Sebenarnya gagasan pendirian kantor cabang tersebut telah muncul pada oktroi pertama, hanya saja pada saat itu terdapat aturan yang tidak mengizinkan pembukaan kantor cabang di luar Jawa. Kantor cabang keempat dan kedua di luar Jawa adalah Kantor Cabang Makasar. Pendirian kantor cabang ini diusulkan oleh Kamar Dagang dan Kerajinan Makasar. Hal itu disebabkan karena Makasar merupakan kota perdagangan dan lalu-lintas keuangan pemerintah. Kantor cabang Makasar diresmikan tanggal 11 Desember 1864 dengan Pemimpin Cabang sementara J.C. Spengler yang sebelumnya bekerja pada Firma Haager & Schuurman di Jakarta. Kantor cabang kelima didirikan di Cirebon. Rencana itu pertamakali dibicarakan dalam Rapat Direksi 22 Juni 1866. Pembukaan kantor dilakukan pada 6 Agustus 1866 dan J.P. Janssen seorang Notaris di Cirebon, diangkat sebagai Pemimpin Cabang. Kelima kantor cabang yang telah didirikan berada di daerah pantai atau kota-kota pelabuhan. Selanjutnya muncul gagasan didirikannya cabang di daerah pedalaman. Gagasan itu muncul ketika Presiden De Javasche Bank, C.F.W Wiggers van Kerchem berada di Yogyakarta. Ia menyatakan bahwa pendirian Kantor Cabang Solo merupakan suatu kebutuhan. Setelah itu Presiden DJB dengan segera mengirim telgram ke Kantor Pusat agar rencana pendirian tersebut dimasukkan dalam agenda rapat Direksi. Setelah melalui prosedur Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, dengan Surat Keputusan No. 15 tanggal 23 Oktober 1867 disetujui pendirian Kantor Cabang Solo, bersamaan dengan Kantor Cabang Pasuruan. Kantor Cabang Solo diresmikan 25 Nopember 1867 dan Kantor Cabang Pasuruan dibuka pada 27 Nopember 1867.

Oktroi V : 1870 – 1881

Oktroi V berlaku selama 10 tahun, sejak 1 April 1870 sampai 31 Maret 1880 lewat SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 34 tanggal 6 Maret 1870 tanpa ada perubahan bentuk hukum, tempat kedudukan dan jenis usaha bank. Dengan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda 25 Maret 1880, oktroi diperpanjang 1 tahun, yaitu sampai dengan 31 Maret 1881. Pasal satu oktroi kelima menegaskan bahwa di Hindia Belanda tidak boleh didirikan suatu bank sirkulasi dan juga dilarang beredar uang kertas bank dari bank sentral luar negeri, kecuali dengan SK Gubernur Hindia Belanda. Modal bank ditingkatkan menjadi ƒ 6.000.000,-yang terbagi atas saham penuh ƒ 500 perlembar dan saham paroan ƒ 250 perlembar. Sedangkan jenis pecahan uang-kertas-bank yang diedarkan ditambah dengan pecahan ƒ 5,- Dalam oktroi ini terjadi perubahan struktur kepengurusan.
1. DJB dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari seorang Presiden dibantu dua orang Direktur, yang salah satunya menjadi sekretaris.
2. Presiden DJB pada awal periode ini adalah Mr. F Alting Mees dibantu DN Versteegh sebagai Direktur Sekretaris dan D Schuurman sebagai Direktur. Mr. F Alting hanya menjabat selama 3 tahun, dankemudian diganti oleh Mr. N.P. van den Berg.
3. Dibentuk Dewan Komisaris yang terdiri dari 5 orang yang dipilih pemegang saham untuk masa jabatan 5 tahun.
4. Adapun untuk pengawasan Pemerintah terhadap tugas bank, diangkat seorang Komisaris Pemerintah yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Menjelang berakhirnya Oktroi V, tanggal 1 April 1879 dibuka Kantor Cabang Yogyakarta dengan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7 tanggal 20 Desember 1878. Pemimpin cabang pertamanya adalah A.F. van Suchtelen yang sebelumnya menjabat sebagai Pimpinan Cabang Solo. Alasan pendirian Kantor Cabang tersebut adalah desakan dari berbagai pihak, termasuk Firma Dorrepaal & Co Semarang, karena firma tersebut mempunyai cabang usaha di Yogyakarta. Terlebih lagi Yogyakarta pada waktu itu menunjukkan perkembangan ekonomi yang cerah. Hal tersebut tampak dari nilai transfer masuk yang disalurkan melalui Cabang Solo yang mencapai ƒ 3,5 juta. Sedang produksi gula pada waktu itu mencapai 2.580 ton per tahun.
Oktroi VI : 1881 – 1891

Oktroi ini disusun berdasarkan Surat Keputusan Raja Willem III No. 19 tanggal 16 Oktober 1880. Berdasarkan itu DJB yang telah berusia 52 tahun melakukan pembaharuan dasar pendiriannya dengan Akte Pendirian di hadapan Notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22 Maret 1881. Dalam Akte Pendirian itu seluruh isi SK Raja Willem dicantumkan di dalamnya. Selain itu nama bank didahului dengan Naamlooze Vennootschap atau N.V. De Javasche Bank. Dengan perubahan Akte tersebut, DJB dianggap sebagai perusahaan baru. Maka diberlakukan ketentuan peralihan yaitu.
1. Semua pemegang saham yang tercatat diberi kesempatan untuk mengambil bagian dalam perusahaan baru tersebut (NV DJB)
2. Apabila mereka tidak mengambil bagian, maka akan dibayarkan nilai saham dan dana cadangan beserta deviden tahun terakhir.
3. Seluruh kekayaan dan kewajiban DJB beralih ke perusahaan yang baru (NV DJB). Pada periode oktroi keenam, modal bank yang disetor penuh sejumlah ƒ 6.000.000,- kegiatan usaha tidak berubah, tapi ada ketentuan sebagai berikut.
1. Penanaman dana dalam bentuk pembelian surat-surat berharga milik Pemerintah Hindia Belanda dibatasi paling tinggi setengah dari modal disetor.
2. Demikian pula pembelian dalam bentuk hipotik ditetapkan maksimum sepertiga dari modal disetor. Selama berlakunya oktroi keenam, tidak ada penambahan Kantor Cabang baru, tetapi pada 31 Maret 1890 Kantor Cabang Pasuruan ditutup karena selalu menderita kerugian rata-rata ƒ 4.000 pertahun. Maka sulit untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Oktroi VII : 1891 – 1906

Masa berlaku oktroi ketujuh lebih lama lima tahun dari oktroi-oktroi sebelumnya, yaitu menjadi 15 tahun. Sesuai dengan Surat Keputusan Ratu Wilhelmina No. 6 tanggal 6 Januari 1891, Oktroi VII berlaku mulai 1 April 1891 sampai dengan 31 Maret 1906. Bentuk hukum, modal kerja, dan tempat usaha tidak berubah. Pada pasal 5 oktroi ini, ditentukan bahwa bank diperkenankan memiliki Kantor Perwakilan di Amsterdam yang dibuka pada 15 Mei 1891. selain itu di Batavia didirikan Kantor Filial Weltervreden pada 6 Me1 1901 yang hanya bertahan selama satu setengah tahun karena ditutup pada 31 Januari 1902. Selama periode Oktroi VII terjadi dua kali pergantian Presiden. Presiden G.B. Zeverijn yang memimpin sejak 1889 (periode Oktroi VI) digantikan D. Groeneveld pada 1893 yang selanjutnya digantikan oleh J. Reysenbach pada tahun 1898. Presiden yang terakhir ini tetap memangku jabatan Presiden DJB hingga berakhirnya Oktroi VII.

Oktroi VIII :1906 – 1921

Oktroi VII yang berakhir pada 31 Maret 1906, diperpanjang dengan Surat Keputusan Ratu Wilhelmina No. 26 tanggal 2 Januari 1906 dan berlaku hingga 15 tahun. Setelah berakhirnya jangka waktu itu, izinnya senantiasa dianggap diperpanjang selama 1 tahun, kecuali Gubernur Jenderal cenderung tidak memperpanjang. Apabila terjadi pencabutan atau pembatalan oktroi, menurut hukum tidak berarti tugas DJB sebagai bank sirkulasi dibatalkan. Dalam jangka waktu lima tahun setelah pembatalan itu, DJB masih berhak beroperasi. Pada periode ini, bentuk hukum, modal, tempat kedudukan dan jenis usaha tidak mengalami perubahan. Namun terdapat jenis surat berharga yang diperjual-belikan yaitu wesel luar negeri dengan jangka waktu yang lazim dalam perdagangan internasional. Pada periode Oktroi terakhir ini, DJB banyak mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Mulai 1 Januari 1907 DJB mulai menerapkan sistem lalu-lintas giro di seluruh kantornya dan tidak lama kemudian dilaksanakan sistem kliring atau sistem perhitungan antar bank-bank ternama. Pada 15 Februari 1909 disepakati perjanjian tentang sistem perhitungan kliring untuk pertama kalinya di Batavia (Jakarta). Perjanjian kliring tersebut diikuti enam bank ternama yaitu DJB sendiri, NHM Factory, Hongkong and Shanghai Banking Corp, Chartered Bank of India, Australia and China, dan De Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij. Semula terdapat pernyataan keberatan atas konsep perjanjian sistem perhitungan kliring tersebut dan menganggap bahwa DJB bukanlah satu lembaga yang netral untuk bertindak sebagai pimpinan kliring. Maka keenam bank peserta kliring sepakat untuk melibatkan pihak ketiga yang dianggap netral dan bersedia untuk melaksanakan proses kliring. Pihak ketiga tersebut adalah firma Reynst & Vinyu yang bersedia menggunakan kantornya sebagai tempat dilaksanakannya kliring. Setelah Batavia, sistem kliring juga di lakukan di beberapa kota lainnya. Di Semarang, kliring melibatkan pihak ketiga yaitu Fa. S.L. van Nierop & Co pada 1909 dibawah pimpinan A.L. Tupker. Pada tahun yang sama, DJB Kantor Cabang Surabaya merupakan kantor cabang pertama yang melakukan perhitungan kliring di gedung kantornya sendiri dan tanpa melibatkan pihak ketiga. Langkah tersebut kemudian diikuti oleh beberapa Kantor Cabang lainnya seperti Cabang Medan (1915), Bandung (1921) dan Makassar (1922). Berdasarkan data angka-angka kliring pada periode 1912 – 1916, selain DJB (Batavia), Surabaya muncul sebagai kota perdagangan dan usaha yang berkembang lebih pesat dibandingkan Semarang atau kota lainnya. Dibawah kepemimpinan Presiden Mr. G. Vissering (1906 – 1912) dan E.A. Zeilinga (1912- 1921) DJB membuka 11 jaringan Kantor Cabang di Jawa dan luar Jawa. Cabang Pulau Jawa terdiri dari Kantor Cabang Bandung (1909) dan Kantor Cabang Malang (1916). Cabang luar Pulau Jawa terdiri dari Kantor Cabang Pontianak (1906), Bengkalis (1907), Medan (1907), Banjarmasin (1907), Tanjung Balai (1908), Tanjung Pura (1908), Palembang (1909), Manado (1910) dan Banda Aceh (1918).
Oktroi VIII berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satutahun sampai dengan 31 Maret 1922.
DJB Berdasarkan DJB Wet
Anda masih ingat tentang hak oktroi yang diberikan oleh Kerajaan Belanda kepada De Javasche Bank? Jika tidak, pada halaman sebelum ini, Anda dapat menemukan uraiannya. Namun, jika Anda telah membacanya, maka uraian di bawah ini merupakan kelanjutan dari artikel tersebut. Dari catatan sejarah diketahui bahwa hak oktroi tersebut diberikan mulai tahun 1828 sampai dengan awal tahun 1922. Untuk kelangsungan De Javasche Bank, Kerajaaan Belanda menerbitkan Undangundang pada tanggal 31 Maret 1922 tentang De Javasche Bank Wet. Bank Wet 1922 ini, dalam perjalanannya, diubah dan ditambah dengan Undang-undang tanggal 30 April 1927 yang berlaku hingga 31 Maret 1953. Pada periode ini, jumlah modal disetor ditambah menjadi f 9.000.000, yang harus dipenuhi dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh gubernur jenderal. Pada saat diberlakukannya De Javasche Bank (DJB) Wet 1922, hak monopoli DJB sebagai bank sirkulasi di Hindia Belanda mulai dibatasi oleh pemerintah. Dalam menerbitkan kebijakan moneternya, DJB terlebih dahulu harus mendapat pengarahan dari pemerintah negeri Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menentukan anggota dari dewan pengawas DJB yang mempunyai wewenang untuk mencalonkan presiden DJB. Demikian pula dalam hal pembukaan cabang-cabang baru dan penunjukkan agen. Untuk hal tersebut, DJB harusmelalui persetujuan gubernur jenderal. Terlepas dari segala wewenang pemerintah tersebut, DJB sebenarnya telah menjalankan fungsi-fungsi yang hanya dapat dilakukan oleh bank sentral (sekalipun DJB tidak secara resmi bertindak sebagai bank sentral). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa DJB adalah bank perkreditan dengan hak menerbitkan uang kertas. Ruang lingkup, fungsi, dan tugas
DJB dalam periode ini antara lain meliputi:
1. Mengeluarkan uang kertas
2. Melayani pengiriman uang, pembukaan rekening giro, deposito berjangka, dan semacamnya
3. Melakukan negosiasi dalam bentuk wesel luar negeri
4. Melakukan perdagangan logam mulia dan alat-alat pembayaran luar negeri
5. Memberi kredit kepada perusahaan dan perorangan
6. Bertindak sebagai kasir pemerintah
7. Menyelenggarakan kliring antar bank Dalam bidang pembayaran kartal, Bank Wet 1922 menentukan bahwa sosialisasi dalam penerbitan dan pengedaran uang baru bukan lagi dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh bank yang menerbitkannya. Nilai dan ciri-ciri uang kertas yang akan diedarkan harus diumumkan dan disebarluaskan secara resmi oleh direksi dalam surat kabar. Pemerintah juga melarang DJB untuk mengedarkan uang kertas dengan pecahan yang lebih kecil dari ƒ5 (lima gulden). Untuk pembayaran non kartal, DJB diberi tugas untuk menyelenggarakan sistem kliring antar bank yang telah dimulai sejak 1907.
Salah satu alat pembayaran non kartal yang digunakan pada periode ini adalah kas order (Surat PerintahMembayar/SPM), yaitu semacam bilyet yang dikeluarkan oleh sub cabang NHM di Medan dalam valuta dolar. Kas order tersebut tidak hanya berlaku di daerah Langkat dan Deli (Sumatera Timur) saja, tapi berlaku hingga ke wilayah Malaka. Namun,kas order tersebut sebenarnya lebih berfungsi seperti surat dagang jangka pendek yang mudah dipalsukan nilaiM nominalnya. Untuk itu, gubernur jenderal memberikan perhatian khusus bagi berlakunya alat pembayaran tersebut dan mengeluarkan larangan untuk memasukan dolar ke daratan Sumatera Timur. Menurut pasal 20 Bank Wet 1922, susunan direksi DJB terdiri atas seorang presiden (pimpinan bank) dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu diantaranya adalah sekretaris. Selain jabatan tersebut, terdapat pula jabatan presiden pengganti I, presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II. Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan dewan komisaris.
Berikut ini adalah pejabat presiden DJB masa berlakunya
Bank Wet 1922 :
1. E.A. Zeilinga (1922–1924)
2. Mr. L.J.A. Trip (1924–1929)
3. Mr. Dr. G.G. van Buttingha Wichers (1929–1945)
4. Mr. J.C. van Waveren (1946)
5. Dr. R.E. Smits (1946–1949)
6. Dr. A. Houwink (1949–1951)
Dewan komisaris terdiri atas lima orang yang merupakan pemegang saham dengan hak suara (memiliki empat saham) dan harus seorang Belanda. Dewan berkewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap direksi, meneliti kebenaran rekening tahunan berikut pembukuannya, sekaligus memberikan persetujuan. Adapun pembagian tugas dalam DJB pada periode ini terdiri atas tujuh bagian, diantaranya adalah bagian ekonomi statistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi, dan bagian efek-efek. Dalam periode ini, DJB berkembang pesat dengan 16 kantor cabang, yaitu Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Makassar, dan Manado, serta dua kantor perwakilan di Amsterdam dan New York.
Selamat membaca dan menganalisa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DUA WANITA HEBAT YANG SELALU BERADA DIBELAKANG RADEN KUSEN

Oleh : KPP.Ariyo Purbodiningrat,SE CINTAKU TAK BERTEPI Melewati masa Melewati abad Melewati waktu demi waktu Melewati hid...