Bhre Pandan Salas anjeneng ing Tumapel, anuli prabhu i caka brahmana-naga-kayu-tunggal, 1388, prabhu rong tahun. Tumuli sah saking kadaton. Putranira sang Sinagara, bhre Koripan, bhre Mataram, bhre Pamotan, pamungsu bhre Kertabhumi, kapernah paman, bhre prabhu sang mokta ring kadaton i caka cunya-nora-yuganing-wong, 1400.
Terjemahan bebasnya :
Baginda di Pandan Salas menjadi raja (bawahan) di Tumapel, lalu menjadi Baginda Prabu (raja Majapahit) pada tahun saka Pendeta Ular Tindakan Tunggal, atau 1388. Dia menjadi prabu (raja) selama dua tahun. Selanjutnya pergi dari istana (mangkat). Anak-anak Sang Sinagara diantaranya Baginda di Kahuripan, Baginda di Mataram, Baginda di Pamotan dan si bungsu yaitu Baginda Kertabhumi, ini (yang mereka serang) adalah paman mereka yang (akhirnya) wafat di dalam istana pada tahun saka Sunyi Tidak Jaman Orang (sirna ilang kertaning bhumi), atau 1400.
(Pararaton Pupuh XVIII)
Empat
putra Sang Sinagara (Rajasawardhana Dyah Wijayakumara) yaitu Wijaya
Parakrama Dyah Samarawijaya (Sang Munggwing Jinggan), Girindrawardhana
Dyah Wijayakarana, Singawardhana Dyah Wijayakusuma dan Girindrawardhana
Dyah Ranawijaya menyerang Antawulan dan berhasil menduduki keraton.
Ketika
itu, yang menjadi Bathara Ring Wilwatikta (raja di Majapahit) adalan
paman mereka, Singawikramawardhana Dyah Suraprabhawa. Dalam peristiwa
itu, sang raja tewas beserta seorang putra Sang Sinagara yang menyerang,
Wijaya Parakrama Dyah Samarawijaya.
Kudeta
ini, berdampak pada meruncingnya hubungan kotaraja Antawulan (Trowulan,
Mojokerto, Jawa Timur) dengan kadipaten Demak yang kala itu mulai
menggeliat dengan maju pesatnya kekuatan laskar Islam mereka. Panembahan
Patah, adipati di Demak, saudara tiri dari Bathara Ring Majapahit,
Singawikramawardhana Dyah Suraprabhawa yang dikudeta, tidak tinggal
diam.
Atas
dukungan para Susuhunan (manusia mulia, dipendekkan menjadi Sunan) yang
tergabung dalam Majelis Wali, Demak melepaskan diri dari Majapahit.
Sepak
terjang pertama Demak adalah mengirimkan pasukan Islam untuk menggempur
kota Antawulan. Laskar pertama ini dipimpin oleh panglima perang yang
juga anggota Majelis Wali, yaitu Sunan Ngudung.
Antawulan tidak kalah cerdik. Ditugaskanlah
adipati Terung yang mengenal dunia muslim untuk menandingi panglima
perang Demak. Rahadian Kusen (Raden Husein) diangkat menjadi senopati
Majapahit.
Rahadian
Kusen (Kin San) sendiri adalah saudara seibu dari Panembahan Patah
(Rahadian Fattah/Hasan/Jimbun). Keduanya sama-sama putra Retno Subanci
(Siu Ban Ci atau Tan Eng Kian), seorang wanita China bekas selir
Kertawijaya yang kemudian dinikahi adipati Palembang, Arya Damar.
Laskar
Demak dihadang pasukan dari kadipaten Terung di Wirasaba (Mojoagung,
Jombang, Jawa Timur sekarang). Terjadi bentrokan yang akhirnya
menyebabkan pasukan Majapahit dari dwaja Terung mundur hingga ke
Antawulan.
Perang besar pun pecah di kotaraja Majapahit. Rahadian
Kusen bertarung satu lawan satu melawan Sunan Ngudung. Tombak dari sang
adipati Terung berhasil merobek perut panglima perang Demak. Nahas,
senjata itu tidak bisa dicabut hingga Sunan Ngudung tewas.
Konon, Sunan Ngudung dimakamkan beserta tombak dari Rahadian Kusen.
Kegagalan
laskar Demak membuat Panembahan Patah memimpin sendiri laskar kedua
yang diberangkatkan ke Antawulan. Pertarungan dua orang putra Siu Ban Ci
pun tak terelakkan.
Mengetahui
bahwa panglima perang kedua pasukan adalah saudara kandung, Panembahan
Patah serta merta memeluk adiknya, Rahadian Kusen. Begitu pula
sebaliknya, adipati Terung mencium tangan dan kaki sang kakak, sembari
menghaturkan sembah bhakti.
Pada
waktu yang bersamaan, laskar Demak berhasil menghancurkan pertahanan
pasukan Majapahit. Kotaraja Antawulan jatuh. Tiga putra Sang Sinagara
beserta punggawanya berhasil meloloskan diri dan lari ke Dahanapura
(Kediri, Jawa Timur, sekarang). Sejak itu, kotaraja Majapahit pindah ke
kota bekas pusat pemerintahan Panjalu.
Panembahan Patah akhirnya didaulat sebagai pemimpin baru Kesultanan Demak, bergelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurrahman Panembahan Sayidin Panatagama, dikenal juga sebagai Sultan Syah Alam Akbar atau Sultan Surya Alam. Rahadian Kusen menyatakan berbhakti dan mendukung sang kakak. Hingga mangkat, dia tetap diangkat menjadi adipati Terung.
Hingga sekarang, di Makam Troloyo (sebuah kompleks pemakaman islam jaman Majapahit) yang berada di Trowulan, Jawa Timur terdapat sebuah makam panjang. Pusara ini tak lain adalah makam Kangjêng Susuhunan Ngudung (Sunan Ngudung) yang dikubur bersama tombak lawannya, Rahadian Kusen. Itu sebabnya, pusara sang panglima laskar Demak memiliki ukuran sangat panjang.
Sementara,
berjarak sekitar 25 km ke arah timur dari Trowulan, tepatnya di Desa
Terung Kulon, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, juga
terdapat makam dari asistennya sang adipati Terung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar